Halaman

Senin, 24 Juni 2019

misteri “kemanjuran” jamu godog kontra-asma


misteri “kemanjuran” jamu godog kontra-asma

Babakan dan komponen kehidupan berkeluarga memang harus pandai-pandai disiasati. Memadukan, tepatnya mensinergikan pengalaman individu pasutri. Masuk babakan menjaga kesehatan anggota keluarga. Penulis sebagai subyek aksi penyehatan. .

Meminimalisir disparitas kinerja karena beda derajat sehat, daya tahan tubuh antar pasutri. Kondisi sama-sama kerja dan bahkan di satu departemen, kini disebut kementerian. Setelah anak pertama lahir. Sepertinya ada bakat asma, penurunan dari saya.

Berbekal informasi dari telinga ke telinga. Maklum TIK saat itu belum mengenal telpon genggam apalagi ada dunia maya di layar kaca. Mendapat informasi pengobatan seorang ibu dengan sentuhan tangan diiringi doa. Tersedia jamu tradisional  sesuai hasil deteksi riwayat sehat pasien.

Jangan lupa budiman sebagai pemirsa. Bersyukur dengan asma bawaan atau bawaan asma,. Bisa mengelola diri dengan bijak. Kapan bisa masuk gigi 4 atau 5. Bilamana harus liwat jalur paling kanan, utntuk menyalip atau tancap gas. Hindari bahu jalan sekritis apapun fakta diri.

Ahad tersebut dalam catatan rekam jejak. Jauh kesempatan sebelumnya, saya sudah siap alat godog jamu terbuat dari gerabah. Semacam kendi ada pegangan. Sesuai aturan pakai, jamu direbus. Agar mendapatkan manfaat nyata, rebus air hingga sisa setengahnya. Butuh waktu 90 menit dan minyak tanah masih tersedia dan liwat

Rencana di atas kertas. Jelang lelap malam, minum jamu godogan. Kondisi jamu belum layak teguk. Pagi hari, pasti sudah dingin. Memang air menyusut lebih dari setengah. Seperti sudah diminum. Disarankan pagi segelas. Bergegas usai subuh, jamu ditambah air penuh, direbus. Jelang berangkat kerja, jamu masih aman dengan suhu kompor. Tunda peminuman.

Pulang kerja. Saran sehat, jangan langsung minum jamu yang sudah sehari merana. Panaskan dengan air penuh. Mulut belum sempat merasakan jamau sejak godog pertama. Waktu berjalan sesuai aturan. Tunggu dingin keburu malam. Keputusan wasit, utamakan istirahat malam.

Pagi harinya, bangun kalah duluan dengan garwo. Sigap cek jamu godogan. Terasa ringan. Artinya, ada pihak berwajib sudah menunaikan kewajiban teguk jamu. Langsung diisi air mentah dan nyalakan komor. Ditinggal subuh.

Berulang. Sebelum start, sambil panaskan jimny jangkrik, ambil gelas. Jamu masih belum mau diteguk. Sayang lidah. Melepuh siapa yang dituduh. Lanjut ke kantor.

Pulang dari kantor, sibuk. Jamu godog mengalami nasib berulang. Kejadian ini berulang lanjut sampai suatu ketika. Pas ketika yang tak ditentukan. Garwo mendapatkan kenyataan bahwa aroma irama jamu godog sudah hambar. Air rebusan agak jernih. Artinya, bahwasanya manfaatnya sudah tersalurkan dengan seksama. Dari godogan pertama sampai terakhir. Entak berapa hari, berapa kali. Rasanya, meliwati ahad kedua. Sang asma karena masuk kondisi penantian jamu, sembuh atau tak muncul karena tahu diri.

Betul dugaan pemirsa. Membau, menghirup aroma jamu saat digodog sampai mbludak. Sebagai terapi sembuh asma tanpa obat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar