Halaman

Jumat, 21 Juni 2019

dedikasi pelanjut nusantara, pejah gesang ndèrèk panguwasa


dedikasi pelanjut nusantara, pejah gesang ndèrèk panguwasa

Betul bin masuk akal. Makna dédikasi begitu spesifik, khas, khusus, fokus. Untuk menilai apa yang sudah dilakukan seseorang. Bukan pada apa yang akan dilakukan. Semisal, petani yang tak menyandang gelar akademis. Hasil padi, walau tak bisa memenuhi kebutuhan nasional. Banyak perut manusia nusantara terganjal, terisi.

Pekerja konstruksi yang tak bisa menghitung konsruksi beton. Modal sertfikat tukang. Batang baja segala ukuran, dirangkai menjadi rangka beton bertulang siap cor di tempat. Soal memperbanyak hutan beton di kota. Bukan tanggung jawab moral tukang bangunan.

Batas minimal dedikasi tak ada dasar hukumnya. Tak ada rumus, formulanya. Apalagi menyangkut buat perjalanan hidup bangsa dan negara. Menjadi kewajiban setiap manusia dan atau orang yang lahir di bumi Pancasila.

Setiap jengkal tanah yang dikuasai, dimiliki, digunakan, dimanfaatkan siap menjadi sumber dan landasan kehidupan.

Peradaban bernusantara, bukannya sedang mengalami pasang surut, bernasib kembang kempis. Hukum keseimbangan berlaku. Semakin bertambah manusia, berbanding lurus dengan saling ketergantungan. Ikatan kemanusiaan, sampai pada kondisi orientasi hidup pada orang. Pada ketokohan atau daya kuasa.

Berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa) menjadi modal utama. Pihak yang menentukan nasib bangsa, bukan karena perjuangan bersama rakyat. Lebih dicetak oleh mesin politik. Parpol di negara yang kadar adab melebihi kapasitas diri, tetap menjadi pabrik  penguasa negara.

Dedikasi manusia politik nusantara sudah ada formulanya. Kalkulasi politik, biaya politik, konspirasi atas angin menjadi bahan perhitungan. Mental budak politik mendominasi langkah praktis, taktis. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar