dedikasi pelanjut nusantara, pejah gesang ndèrèk panguwasa
Betul bin masuk akal. Makna dédikasi
begitu spesifik, khas, khusus, fokus. Untuk menilai apa yang sudah dilakukan seseorang.
Bukan pada apa yang akan dilakukan. Semisal, petani yang tak menyandang gelar
akademis. Hasil padi, walau tak bisa memenuhi kebutuhan nasional. Banyak perut
manusia nusantara terganjal, terisi.
Pekerja konstruksi yang tak bisa
menghitung konsruksi beton. Modal sertfikat tukang. Batang baja segala ukuran,
dirangkai menjadi rangka beton bertulang siap cor di tempat. Soal memperbanyak
hutan beton di kota. Bukan tanggung jawab moral tukang bangunan.
Batas minimal dedikasi tak ada dasar
hukumnya. Tak ada rumus, formulanya. Apalagi menyangkut buat perjalanan hidup
bangsa dan negara. Menjadi kewajiban setiap manusia dan atau orang yang lahir
di bumi Pancasila.
Setiap jengkal tanah yang dikuasai,
dimiliki, digunakan, dimanfaatkan siap menjadi sumber dan landasan kehidupan.
Peradaban bernusantara, bukannya sedang mengalami
pasang surut, bernasib kembang kempis. Hukum keseimbangan berlaku. Semakin bertambah
manusia, berbanding lurus dengan saling ketergantungan. Ikatan kemanusiaan,
sampai pada kondisi orientasi hidup pada orang. Pada ketokohan atau daya kuasa.
Berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa)
menjadi modal utama. Pihak yang menentukan nasib bangsa, bukan karena
perjuangan bersama rakyat. Lebih dicetak oleh mesin politik. Parpol di negara yang
kadar adab melebihi kapasitas diri, tetap menjadi pabrik penguasa negara.
Dedikasi manusia politik nusantara sudah
ada formulanya. Kalkulasi politik, biaya politik, konspirasi atas angin menjadi
bahan perhitungan. Mental budak politik mendominasi langkah praktis, taktis. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar