olah kata dan sisi lain karya sastra
Menulis, bertata kalimat, olah kata merupakan berbahasa tulis. Antara
ujaran, tutur kata lisan dengan bahasa tulis, terdapat perbedaan yang mendasar.
Orang paling binggung membuat percakapan disajikan secara tertulis. Apalagi
bahasa bayi dengan riangnya ‘bercerita’.
Sebagai ajang temu penulis dengan pemirsa. Mengarahkan pengolah kata tidak
sekedar bijak. Sekaligus berstrategi kesantunan bermanfaat timbal balik. Tidak
harus berdaya tarik bak pariwara. Bukan ajang promo walau memang sedang jualan
tulisan.
Mencuplik bebas ungkapan Jawa: “ajining dhiri gumantung ing
lathi”. Maksudnya, bahwa harga diri seseorang itu
tergantung dari apa yang dia katakan.
Gamblangnya, orang akan dihargai karena tindak tutur kata, ucapan, ujaran yang benar, baik. Konsekuen yaitu satunya
kata dan perbuatan.
Apalagi dengan aksi olah kata. Bukti tertulis. Kendati saat dicetak ulang
bisa dimodifikasi. Untuk berbahasa dengan benar, baik, bagus perlu dukungan
‘kata hati’. Tepatnya, bertindak jujur
dengan cara cerdas, diplomatis. Terkesan cari aman, damai untuk menyuarakan isi
hati. Atau menterjemahkan fakta sejarah sesuai kemampua diri, posisi diri.
Agar sesuai kata kunci judul. Dalih bahwa jagad sastra beranjak dari bukan
bahasa sehari-hari. Peradaban mempengaruhi susunan lapisan budaya. Bahasa
harian kian dinamis, berlapis. Sehingga karya sastra merupakan suatu keterpaduan
komposisi sistem produksi zaman. Terutama akibat kemajuan TIK.
Kian bernas jika kita meluangkan waktu. Simak syair tembang Jawa: ”saben wong lumrahé gelem dibeciki, nanging ora saben wong gelem nandur
kabecikan”. Maksud
sederhanya, bahwa setiap orang umumnya mau menerima kebaikan, tetapi tidak
setiap orang mau berbuat baik.
Makna kultural, religi, kiranya orang dan atau manusia gemar membaca karya
tulis yang juga karya sastra. Kandungan kadar bahasa yang benar, baik, bagus
enak disimak. Mata dan kata hati mudah mencerna. Tapi untuk berhal, berbuat
yang sama, merasa serba merasa.
Pernah pengolah kata memakai asas othak-athik gathuk, gothak-gathuk manthuk.
Mengoplos, mengkanibalkan istilah disiplin ilmu tertentu menjadi kalimat
umum. Agar tampak ilmiah, biar dikira karya akademis. Membolak-balik peribahasa
dalam khazanah bahasa Jawa, yang tetap
enak disantap di mata.
Peribahasa dalam bahasa Jawa meliputi pribasa,
bebasan, saloka, sanepa. dan pepindhan yang
masing-masing memiliki kekhasan tersendiri. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar