Halaman

Minggu, 16 Juni 2019

pemufakatan jahat vs mitigasi bencana politik


pemufakatan jahat vs mitigasi bencana politik

Belajar dari sejarah, mau yang ditulis pakai tinta emas, mau yang disusun oleh penguasa. Ambil hikmah atau ibrah. Jalannya waktu berdasarkan rotasi bumi (gerakan berputar planet bumi pada poros atau sumbunya) sambil  ber-revolusi atau  gerakan di orbitnya berupa elips  mengelilingi matahari.

Bumi tidak berputar di tempat. Berputar sambil memutari matahari.

Kejadian di muka bumi. Seperti yang disinyalir, dikuatirkan atau diriwayatkan saat manusia pertama diciptakan oleh Allah swt.

Rasanya, banyak kejadian sepertinya berulang. Cuma beda pelaku. Soal kejadian perkara lebih canggih, pokoknya serba lebih. Berbanding lurus dengan pendayagunaan akal atau otak manuisa.

Akhirnya, manusia menjadi alat atau diperalat oleh aneka peralatan buatannya sendiri. Bahkan hasil daya pikir, produk olah otak, dampak optimalisasi nalar membuat manusia tak bebas. Di lain pihak melahirkan watak manusia yang bebas sebebas-bebasnya.

Semangkin hak asasi manusia menjadi segala-galanya. Semangkin itu pula manusia atas nama manusia dan kemanusiaan memperdayakan manusia atau kelompok manusia lain secara sah, masuk akal, yuridis formal, konstitusional.

Kepeminpinan di nusantara ini sudah kian bias. Asas dasa wisma di desa, rukun tetangga sampai rukun warga, masih efektif pada populasi atau cakupan luas wilayah tertentu. Adab bertetangga masih bisa dipraktikkan. Rasa tenggang rasa, guyub rukun, gotong royong atau bentuk dasar persatuan masih nyata, utuh.

Begitu masuk kategori desa/kelurahan atau sebuatan lainnya. Hukum rimba berlaku. Sampai puncak bernama negara. Sesama buaya hanya beda partai politik. Antar jenis serigala, warna bendera partai sama, lambang mirip. Raja hutan, entah berbentuk hewan apa namanya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar