pemufakatan jahat vs
mitigasi bencana politik
Belajar dari sejarah, mau yang ditulis pakai tinta emas, mau yang disusun
oleh penguasa. Ambil hikmah atau ibrah. Jalannya waktu berdasarkan rotasi bumi (gerakan
berputar planet bumi pada poros atau sumbunya) sambil ber-revolusi atau gerakan di orbitnya berupa elips mengelilingi matahari.
Bumi tidak berputar di tempat. Berputar sambil memutari matahari.
Kejadian di muka bumi. Seperti yang disinyalir, dikuatirkan atau
diriwayatkan saat manusia pertama diciptakan oleh Allah swt.
Rasanya, banyak kejadian sepertinya berulang. Cuma beda pelaku. Soal kejadian
perkara lebih canggih, pokoknya serba lebih. Berbanding lurus dengan
pendayagunaan akal atau otak manuisa.
Akhirnya, manusia menjadi alat atau diperalat oleh aneka peralatan
buatannya sendiri. Bahkan hasil daya pikir, produk olah otak, dampak
optimalisasi nalar membuat manusia tak bebas. Di lain pihak melahirkan watak
manusia yang bebas sebebas-bebasnya.
Semangkin hak asasi manusia menjadi segala-galanya. Semangkin itu pula
manusia atas nama manusia dan kemanusiaan memperdayakan manusia atau kelompok
manusia lain secara sah, masuk akal, yuridis formal, konstitusional.
Kepeminpinan di nusantara ini sudah kian bias. Asas dasa wisma di desa,
rukun tetangga sampai rukun warga, masih efektif pada populasi atau cakupan
luas wilayah tertentu. Adab bertetangga masih bisa dipraktikkan. Rasa tenggang
rasa, guyub rukun, gotong royong atau bentuk dasar persatuan masih nyata, utuh.
Begitu masuk kategori desa/kelurahan atau sebuatan lainnya. Hukum rimba
berlaku. Sampai puncak bernama negara. Sesama buaya hanya beda partai politik. Antar
jenis serigala, warna bendera partai sama, lambang mirip. Raja hutan, entah
berbentuk hewan apa namanya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar