Halaman

Jumat, 21 Juni 2019

adab ber-nusantara, KDRT vs Konflik Sosial


adab ber-nusantara, KDRT vs Konflik Sosial

Ada baiknya, kita simak UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau UU KDRT. Kita fokus menyimak Pasal 1 angka 1 dan angka 2 :

1.      Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

2.      Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.


Dimana saja kita berada di bumi nusantara, ada perbedaan dan/atau persamaan antara Rumah Tangga deng Keluarga. Kita simak UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Cermati dengan santai yang tersirat di Pasal 1 angka 6 :

6.      Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Agar lebih tidak dianggap buta hukum, coba cek perubahan kedua UUD NRI 1945. Muncul pasal Bab dan Pasal serta ayat baru, yaitu :
BAB XA
HAK ASASI  MANUSIA
Pasal 28C
(2).    Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Hanya terjadi di bumi Pancasila bahwasanya bangsa adalah akumulasi dari rumah tangga, keluarga maupon komponen penduduk, warganegara, masyarakat, bangsa atau sebutan lainnya.

Lengkap melek hukum, kita simak UU RI Nomor 7 tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial. Standar umum, awali asupan isian ilmu dengan fokus menyimak Pasal 1 angka 1 :

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.        Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
Agar tidak sekedar tahu saja sudah cukup. Perdalam simak pasal, lanjut ke:

Pasal 5
Konflik dapat bersumber dari:
a.        permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;
b.        perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan antaretnis;
c.        sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi;
d.        sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau antarmasyarakat dengan pelaku usaha; atau
e.        distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.


Bonus khusus buat penyimak sampai akhir kalimat. Masih dengan UU 7/2012, maka daripada itu apa yang dimaksud dengan “asas kesetaraan gender” adalah bahwa kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan haknya sebagai manusia agar mampu berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan sehingga memperoleh manfaat dan mampu berpartisipasi secara setara dan adil dalam pembangunan.

Kendati ‘politik’ sebagai biang kerok utama konflik sosial. Tidak ada resep khusus penanganan. Dikarenakan urusan politik, hukum, dan keamanan sudah menjadi satu paket. Menjadi kewenangan bukan wewenang rakyat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar