adab ber-nusantara, KDRT vs
Konflik Sosial
Ada baiknya, kita simak UU RI Nomor 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau UU KDRT. Kita fokus
menyimak Pasal 1 angka 1 dan angka 2 :
1.
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.
2.
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan
yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban
kekerasan dalam rumah tangga.
Dimana saja kita berada di bumi
nusantara, ada perbedaan dan/atau persamaan antara Rumah Tangga deng Keluarga.
Kita simak UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Cermati dengan santai yang tersirat di Pasal 1 angka 6 :
6.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya.
Agar lebih tidak dianggap buta hukum,
coba cek perubahan kedua UUD NRI 1945. Muncul pasal Bab dan Pasal serta ayat
baru, yaitu :
BAB XA
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28C
(2). Setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan negaranya.
Hanya terjadi di bumi Pancasila
bahwasanya bangsa adalah akumulasi dari rumah tangga, keluarga maupon komponen
penduduk, warganegara, masyarakat, bangsa atau sebutan lainnya.
Lengkap melek hukum, kita simak UU RI
Nomor 7 tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial. Standar umum, awali asupan isian
ilmu dengan fokus menyimak Pasal 1 angka 1 :
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1.
Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan
fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang
berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan
ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional
dan menghambat pembangunan nasional.
Agar tidak sekedar tahu saja sudah
cukup. Perdalam simak pasal, lanjut ke:
Pasal 5
Konflik dapat bersumber dari:
a.
permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan
sosial budaya;
b.
perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat
beragama, antarsuku, dan antaretnis;
c.
sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau
provinsi;
d.
sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau
antarmasyarakat dengan pelaku usaha; atau
e.
distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam
masyarakat.
Bonus khusus buat penyimak sampai akhir
kalimat. Masih dengan UU 7/2012, maka daripada itu apa yang dimaksud dengan
“asas kesetaraan gender” adalah bahwa kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan haknya sebagai manusia agar mampu
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan
pendidikan sehingga memperoleh manfaat dan mampu berpartisipasi secara setara
dan adil dalam pembangunan.
Kendati ‘politik’ sebagai biang kerok
utama konflik sosial. Tidak ada resep khusus penanganan. Dikarenakan urusan
politik, hukum, dan keamanan sudah menjadi satu paket. Menjadi kewenangan bukan
wewenang rakyat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar