Halaman

Sabtu, 15 Juni 2019

bara revolusi mental sigap libas lawan politik


bara revolusi mental sigap libas lawan politik

Wajar bin nalar,  ambisi manusia politik lokal, yaitu besar harapan akan kembalinya eksistensi masa lalu sebagai komponen utama masa kini. Eksistensi, jati diri sebagai trah, sisilah keluarga politik akan mempertaruhkan martabat bangsa.

Moral ini muncul pada kawanan politisi sipil maupun angkatan yang balik nama. Merasakan kursi petinggi negara sebagai ikhwal – tepatnya pasal  nikmat dunia – yang wajib dilestarikan. Suprémasi atau kekuasaan tertinggi (teratas) di bidang politik, dibuktikan sebagai penguasa tunggal. Disederhanakan dalam bentuk jabatan kepala daerah dan terlebih jabatan kepala negara.

Karena kursi penguasa hanya sepasang, maka diusahakan jabatan wakil rakyat sebagai jabatan politik. Diimbangi dengan utusan daerah atau pakai sebutan perwakilan daerah. Agar terlihat ada pemerataan atau praktik demokrasi. Kompleksitas jabatan politik tadi karena kian jauh dari bukti kinerja terwujudnya penduduk sejahtera.

Di balik kisah sukses pemilu serentak, rabu 17 April 2019, bukannya tak meninggalkan bom waktu. Bahkan menambah PR besar bangsa.

Setiap pergantian pemimpin nasional, rakyat menyambut sukacita.

Artinya, waktu masih baru dan hangat, sebagai muka baru, pendatang baru, gres tenan memang serba menjanjikan. Apalagi ‘barang baru’. Namun apa lacur. Langkah pertama bagaimana ”yang terpilih mayoritas” pilah kawan gaul, pilih teman begadang, tunjuk mitra belanja, angkat angkatan sampai lantik tangan kanan. Langsung ketahuan belangnya.

Rakyat langsung kuciwa berat. Kembali ke posisi semula. Lupakan hak politik. Bebas utang budi. Tetap kirim doa bagi keutuhan bangsa.

Akhirnya, tahun demi tahun ditunggu. Masih belum merasa. Lanjut ke babak selanjutnya. Kalau belum babak belur, belum kapok. Kalau belum babak bundhas, belum tuntas rasa puas. Main kuras, main peras, embat sampai licin tandas, agar biaya politik impas. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar