Halaman

Sabtu, 15 Juni 2019

karhutla vs mafia makar lingkungan hidup


karhutla vs mafia makar lingkungan hidup

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) memang bukan program dan kegiatan andalan, unggulan, prioritas setiap periode pemerintah. Tertera di RPJMN yang berakhir 2024. Menjadi isu politik dan kepedulian antar pihak lokal, nasional dan global. Ekspor asap gratis ke negara tetangga, tak sampai menjadi berita sensisonal dalam negeri.

Namanya globalisasi. Maka daripada itu, karhutla punya mitra, rekan senasib. Sebut saja kerusakan hutan tropis Indonesia.

Ironis binti miris, cuwilan fakta sejarah menyisakan beban bahwa Indonesia merupakan negara produsen karbon terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Tingkok. Beda keparahan, AS san China sebatas melepas karbon sebagai efek domino kegiatan industri. Posisi  Indoneisa berkat kerusakan hutan.

Ketidaksingkronan antara penyebab kebakaran dan cara penanggulangannya terjadi di semua negara di dunia. Di Indonesia dan Brazil penyebab utama kebakaran adalah masalah sosial dan politik, namun prioritas rencana dan aksi penanggulangannya adalah teknis dan riset pemadaman kebakaran. Ketidaksingkronan ini ditengarahi melambatkan usaha penanggulangan Karhutla. (sumber:  https://www.researchgate.net/publication/294721273).

Sumber yang sama menyebutkan banyak aktor yang berkepentingan dalam kebakaran hutan, baik yang ingin mencegahnya, menanggulangi ataupun yang ingin mendapatkan keuntungan dan rente ekonomi. Secara umum aktor yang berkepentingan dalam rantai kebakaran: pengklain hutan, pengurus kelompok tani, anggota kelompok tani,tim pemasar lahan, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, Kemen LHK, makelar/spekulan tanah, pembeli lahan skala kecil (<25 ha), pembeli lahan skala besar (>25 ha), pengusaha sawit kecil, pengusaha sawit besar, lembaga advokasi, lembaga penguatan masyarakat madani, lembaga donor, korporasi lahan, lembaga penelitian, BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).

Penutup tetapi buka akhir riwayat. Harga lahan akan melonjak tinggi jika penjual menjual lahan ‘Siap tanam’ dimana lahan tersebut sudah dibersihkan (tebas, tebang) dan dibakar. Istilah masyarakat setempat bagi mode transaksi ini adalah ‘Terima abu’. Tentunya  ada pembagian keuntungan kepada para aktor dengan kondisi lahan ‘Terima abu’.

Semangat api revolusi mental, sigap melibas lawan politik, siap melindas kamar sebelah, siaga menebas pihak yang bersebarangan.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar