trifungsi serdadu, alat ungkit vs daya angkat vs
kapasitas angkut
Namanya juga lagu. Bisa berlagu. Pernah didendangkan atau
jadi buka suara anak zaman Orde lama. Suara bunyinya kalau ditulis santai:
Peto peto petak, peto peto jemblem
Semar mikul kotak, serdadu mikul meriem
Seingat penulis. Menjadi permainan, bagian permainan atau
lagu main-mainan. Tidak dikenal siapa pengarangnya. Hasil ngarang yang enak di kuping rakyat. Coba tanya duduk perkara ke
penyuka wayang.
Rasanya, masih ada ungkapan kebatinan rakyat yang
didendangkan. Pelipur lara. Bukan protes atau mengkritisi keadaan. Kalau humor,
belum zamannya. Masyarakat masih tabu dengan kocok perut. Dibilang ora ilok, dlonyangan.
Norma kehidupan sebagai bangsa timur. Sikap ramah tanpa
tahu beda status, strata, kasta. Adab bertetangga, hubungan antar masyarakat. mulai
terkoyak ketika ada menu politik ‘nasakom’.
Masyarakat Yogyakarta dihadapkan pada fakta baru tahu
tentang tentara itu bagaimana. Langsung pada kondisi yang berlawanan. Tepatnya dengan
makar, kudeta, pemberontakan PKI. Disebut Gerakan 30 September 1965. Pahlawan Revolusi
dengan peristiwa Kentungan.
Sepertinya, masyarakat terbuka melihat adegan nyata. Bahwa
di tubuh serdadu, memang manusia. Pangkat tertinggi saat itu adalah brigjen
dokter Sutarto. Ada DKT di kawasan Kota Baru, kodya Yogyakarta. Betapa pangkat
mayor sebagai danyon 403 Kentungan. Polisi dengan pangkat AKBP.
Loncat ke zaman sekarang. Era multipartai dengan dukungan
digital. Betapa lulusan sekolah tentara, berjubel sebagai pamen. Tidak semua
kebagian kursi. Jangankan pamen. Beberapa pati malah nonjob. Antrian mengular. Jabatan
yang diisi pati menjadi jabatan politis. Faktor kedekatan menjadi penentu. Tidak
harus antri urut angkatan. Siap menyalip dan siap disalip.
Peta dan sistem karier, daftar urutan kepangkatan, fungsi
baperjakat sampai tim asas uji kelayakan dan kepatutan. Hanya sebuah
formalitas. Persyaratan tertulis, administratif.
Agak pesimis tapi fakta dan atau data. Betapa kepala
negara, presiden 2014-2019 mendapat stigma hanya sebagai petugas partai. Asas
taat, patuh, loyal total pada kebijakan partai. Apa jadinya jika oknum ketua
umum partai dimaksud mempunyai hak prerogatif. Sesuai asas anak cucu ideologis tak
ada kapoknya, tak ada matinya.
Singkat kata, ringkas menurut cerita. Capres petahana
merasa siapa sebenarnya dirinya. Secara politis di atas kertas, nilai jual
fluktuatif. Dukungan ulama dunia, ulama istana kian tidak diri tenang. Politik luar
negeri bertaji karena pelaku memang orang yang tepat. Bukan jabatan politik
atau balas jasa.
Memang beda dengan politik dalam negeri. Dukungan propaganda,
media pengganda berita bohong sudah kehabisan akal. Akhirnya malah mempercepat
pengakhiran dirinya. Menempatkan penjaga dan atau pengaman negara menjadi
pemain. Namanya politik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar