Halaman

Sabtu, 02 Februari 2019

kemandiran dan ketahanan idéologi umat Islam


kemandiran dan ketahanan idéologi umat Islam

Jangan-jangan atau agaknya. Bisa jadi memang itulah kejadian, fakta otentik. Kendati bukan kesimpulan suatu kajian akademis, ilmiah atau bahan orasi politik. Bukan pembuktian atau catatan sejarah. Bahwasanya umat Islam merasa lebih nyaman menggunakan organisasi kemasyarakatan (ormas) sebagai kendaraan politik. Unsur dakwah masih kental, nyata, terstruktur.

Terlebih ormas Islam yang jauh lebih berumur ketimbang NKRI. Faktor pertimbangan lain soal masa, pengikut, anggota, kader dan sebutan termaksud lainnya. Seperti ada ikatan moral. Lebih dari itu, yaitu persaudaraan antar umat, ukhuwah. Hubungan akidah lebih erat kuat mengikat.

Bukan berarti umat Islam alergi, antipasti, apatis untuk berpolitik. Tidak menampik urusan dunia. Malah sebagai aksi nyata amaliah politik. Demi kepentingan bangsa dan negara. Untuk kemanfaatan alam, kemaslahatan umat. Dikerjakan seoptimal daya. Sebagai tiket kembali ke surge.

Bukan pembanding. Masyarakat penggemar wayang aneka versi. Jika menyimak panggung politik akan terheran-heran tak berbayar. Keluguan mereka, rasanya tokoh yang tampil, raksasa dengan segala bentuk, karakter, dan faktor kejiwaan. Tak dimonopoli kaum Adam. Gaya panggung memang atraktif, provokatif, spektakuler.

Watak wayang yang mewakili kawanan brangasan, kelompok pentalitan,  barisan cluthak, relawan nggragas  diborong habis oleh sebuah parpol. Bahkan kekurangan stok karakter.

Umat Islam berusaha bermain di semua lini. PR global, menerus adalah mampu bermain di segala medan, waktu, cuaca. Cerdas diri menghadapi serangan dari musuh dalam selimut maupun serbuan musuh nyata dari semua golongan manusia, kaum bangsa, kelompok keyakinan.

Umat Islam wajib ahli politik. Bukan sebagai alat politik. Politik bukan segala-galanya. Tetapi politik menentukan segala-galanya. Sukses dunia (dakwah, ukhuwah) sebagai jalan lurus yang diridhoi-Nya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar