Halaman

Sabtu, 16 Februari 2019

debat bulat telur, pamér bégo vs unjuk pandir diri


debat bulat telur, pamér bégo vs unjuk pandir diri

Telur produk binatang unggas, burung maupun reptil. Beda pada kekerasan kulit. Produksi harian atau bergerombol. Diyakini, ujung yang lonjong mengerucut, lancip tumpul akan keluar duluan. Sebagai pembuka jalan. Pantat telur belakangan. Bagaimana hubungan timbal balik antara kulit sang induk dengan kulit telurnya.
 

Telur mempunyai dua tampak muka beda. Bulat telur. Dari arah beda 90 derajat, tampak oval, lonjong, bulat panjang. Tak perlu diperdebatkan. Mana bagian depan, bagian atas maupun tampak samping atau profil. Jika diletakkan, bagian bawah akan tampak.

Manusia melihat telur menghasilkan rumus lingkaran, rumus bola dan juga rumus benda lonjong asimetris. Soal mengapa, kenapa kuning telur nyaris bulat. Posisinya tidak pas di tengah. Membelah telur rebus. Perlu ilmu untuk agar simetris bilateral. Wajar jika kita pilih belahan yang kuningnya banyak.

Harga telur tergantung harga pakan di pasar tradisional. Ayam kampung bebas makan apa saja yang tersedia di alam. Bermodal ceker dan patuk. Ayam pedaging bak partai politik yang tak mengakar ke rakyat. Maunya dapat kursi kekuasaan tanpa harus modal dengkul. Bilamana perlu kaki untuk menyepak, mendepak, menjegal. Lutut lebih berdaya jelajah.

Manusia politik maunya melihat dirinya bak bulat telur. Bukan pada atau dari sisi lain yang lonjong asimetris. Takut ketahuan belangnya. Kian bergengsi sebagai telur dari ayam petelur. Juga tidak. Maunya kursi kekuasaan bisa diwariskan. Bayangan sebagai ayam ras, menjadikan dirinya elit parpol. Padahal, petugas partai saja bisa jadi presiden.

Kapasitas diri, potensi diri harus dilihat dari segala arah, semua aspek. Sinetron kurang lakon jika tidak ada adegan di kuburan, iempat pemakaman umum. Bukan untuk mengingatkan kematian.

Pasfoto bisa beda dengan aslinya. Foto seutuhnya, hasil swafoto atau bukan, lebih bunyi. Foto prawed untuk meyakinkan semua pihak.

Beda dengan debat bumi bulat atau bumi datar bagaikan hamparan. Bagaimana kita, bukan menurut selera kita. Tapi apa yang dilihat orang lain pada diri kita. Sederhana. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar