ujaran kebenaran BPS, kemiskinan karena ketidakmampuan
Dikisahkan. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep
kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan bukan
makanan).
Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang,
perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial.
Gamblangnya. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu
dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Akhirnya muncul
istilah penduduk kurang mampu, masyarakat kurang mampu, kelompok kurang mampu,
keluarga kurang mampu, Rumah Tangga kurang mampu dan petani kurang mampun serta
nelayan kurang mampu.
Tingkat kemiskinan menjadikan penyandang ‘kurang mampu’ sebagai
penghuni utama 40% lapisan terbawah. Gerakan aksi nasional anti-miskin menjadi
lagu wajib setiap pemerintah. Terkait sila kelima Pancasila. Detasemen khusus
anti-miskin, satuan tugas anti-miskin kian digalakkan.
Kata ahli bahasa manusia, antara istilah ‘tidak mampu’
dengan predikat ‘kurang mampu’, tak perlu diperdebatkan. Sudah jelas
pemilikannya. Minimal gampang terlacak si pemilik sertifikat.
Pemerintah takut penyakit miskin akan menular ke tetangga
atau kamar sebelah. Berlanjut memancing kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural.
Kecerdasan buatan sebagai gaya hidup generasi melek sandal, seolah mengimbangan
kemiskinan buatan.
Miskin versi Nusantara, selain disebutkan di atas karena
faktor bakat, bawaan sejak sebelum lahir, mengalir darah ideologis hidup
merakyat. Versi lain, karena yang kaya melaju cepat. Semula tampak miskin,
karena yang lain mendadak kaya. Semakin tampak kemiskinannya.
Singkat riwayat. Kemiskinan jiwa akibat ketidakmampuan,
kekurangmampuan anak bangsa pribumi Nusantara dari segi politik untuk memenuhi
kebutuhan dasar akan kursi jabatan sebagai penguasa. Tinggal tanggal mainnya.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar