Halaman

Selasa, 05 Februari 2019

elektabilitas PSK vs popularitas capres petahana


elektabilitas PSK vs popularitas capres petahana

P pada PSK jelas bukan Presiden. Bukan pula prostitusi daring atau online. Sensasi politik kalah pamor dengan artis dan sebangsanya yang masuk bursa lapangan kerja digital. Saking getol unjuk kinerja berantas penyakit masyarakat, polisi setingkat kapolda atau bintang dua unjuk muka.

Tentu bukan atas petunjuk bapak presiden. Polri melupakan episode Buaya vs Cicak. Tahu diri untuk berantas korupsi yang bagian intengral penyakit pemerintah. Bukan tebang pilih. Cuma jaga keamanan kursi diri. Pilih jalur yang bisa mendongkrak prestasi dan karier. Tak usah korban diri.

Mau bicara politisi, PSK atau polisi. Mentang-mentang sama-sama berinisal ‘P’.

Jindari kerancuan maupun racun pengkabaran. Ingat, betapa bapak pembangunan, jenderal besar Suharto. Mampu bertahan lama ‘atas kehendak rakyat’.  Tuah bukan karena sebagai ketua umum sebuah partai politik. Apalagi mendirikan partai politik. Apalagi bukan perpanjangan tangan manusia politik multi nasional maupun semiglobal.

Jangan bandingkan dengan nasib presiden ketujuh RI. Bangga dengan stigma petugas partai.

Faktor apa saja yang menentukan ambang tarif, nilai kontrak, kurs tengah profesi ‘P’.

Zaman Orde Baru, mau daftar jadi calon presiden. Kebentur syarat umum  berpengalaman sebagai presiden atau jabatan setingkat. Minimal satu periode atau lima tahun sesuai konstitusi. Siap loyal total kepada kebijakan partai pengusung. Sigap jalankan skenario investor politik global. Siaga hadiri acara seremonial, mulai penanaman kepala kerbau hingga gunting pita.

Alenia terakhir, rasanya tak perlu dipikir untuk siapa. Kan katanya, kata yang punya karangan bebas. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar