pemerintah bayangan vs negara dalam negara
Kejadian aktual, faktual yang mana dimana penentu
kemenangan di ajang laga olahraga, bukan karena daya juang pemain. Strategi di
atas kertas. Daya amat dan instruksi pelatih saat tanding. Masih kalah digdaya
dengan juragan pengatur skore.
Di panggung politik Nusantara, beda tipis dari arah
berlawanan. Oknum anak bangsa, bukan penyelenggara negara sesuai UU. Karena jasa
besar mampu menjadikan seseorang menjadi wakil rakyat, kepala daerah
bahkan kepala negara. Maka secara defacto
ybs punya wewenang ikut main atur. Merasa dirinya lebih kuasa ketimbang jagonya
yang menang.
Tentu bukan karena mulut penguasa disumpal ‘tanah’. Pola
dan peta P4T (penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan tanah) bergerak dinamis. Penguasa yang notabene
adalah manusia politik. Kalah kuasa dengan modus pemilik saham, pemodal, pelaku
pasar atau manusia ekonomi multinasional, semiglobal.
Tidak hanya pulau kecil, terpencil. Seluas mata rakyat
memandang adalah luas tanah milik bukan rakyat. Minimal seluas ukuran satu RT
(rukun tetangga). Bisa terjadi bisa-bisa bisa menjadi kawasan siap bangun
negara. Atau dengan daya tampung, daya dukung untuk lepadatan bangunan dan
kepadatan penduduk secara ideal. Tidak hanya lokasi stratetgis. Potensi alam
nian.
Pemilik rumah kontrakan, beberapa pintu atau petak. Menikmati sisa
hidup sambil goyang-goyang kaki. Berangan-angan sederhana. Mau apa lagi kawan. Usaha
yang sah-sah saja. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar