aja demen ngèlèk-ngèlèk sedulur, apa manèh ngèlèki
Anak
bangsa pribumi, probumi, sukabumi sarat dengan rasa rajin. Kerajinan mulut,
kerajinan ujung lidah mengukir kalimat yang lebih tajam ketimbang sembilu. Kerajinan
tangan, kerajinan ujung tangan mampu menorehkan kata, kalimat yang membuat
setan terperanjat.
Jangan salahkan
media masa, media sosial, media digital. Selain tergantung orangnya. Pihak yang
berwajib seolah membiarkan perang kata, adu kalimat. Memakai bahasa dan kamus
yang tidak dirokemendasi.
Selingan
ringan. Jika media asing tidak berkomentar atas sandiwara debat politik. Contoh
sederhana, debat capres yang sampai dua kali. Artinya, memang jauh dari layak
untuk dikomentari. Atau karena tidak condong ke penguasa, tidak diekspose.
Kantor
berita resmi negara tetangga lebih suka olah kabar impor asap gratis dari NKRI.
Teror bom di negara utara Nusantara. Pihak keamanan setempat memakai modus ‘langsung
sudah tahu’.
Sadar mulut,
sadar ujung jari putra-putri terbaik daerah, sudah jauh di bawah ambang sadar.
Sedikit
mendapat amunisi dari penguasa, langsung membara. Siap libas pihak lawan. Tak
peduli itu teman sekamar, kawan seranjang. Apalagi sekutu beda kamar.
Ingat saloka
satru munggwing cangklakan. Alias, musuh berada di ketiak. 'Musuh dalam selimut’. Canglakan mbokdé mukiyo, dudu
lakang. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar