Halaman

Selasa, 12 Februari 2019

memulihkan daya ideologi anak bangsa pribumi pasca


memulihkan daya ideologi anak bangsa pribumi pasca

Pihak peserta aktif pemilu serentak 17 April 2019, sudah siap dengan hasil terpahit. Tak ada yang menang maupun tak ada yang kalah. Pihak yang merasa dirugikan adalah pemilih yang salah pilih. Pemilih pemula pasca 17 April 2019, baru melek poitik. Terbuka mata batin, mata hati. Sejauh ini terselamur, terkelabui hidup-hidup dengan semboyan, slogan, jargon politik. Nyatanya.

Pihak yang sukses secara politis belum tentu  untung secara ekonomis. Sebaliknya. Atau kombinasi. Atau ada pasal yang tabu buat pemilih atau rakyat pada umumnya. Sudah layak diduga. Judul “Indonesia datang tahun politik, konsultan asing vs skenario asing” hanya sinyal belaka.

Memang demikianlah adanya. Manusia politik Nusantara, sebangkotan-bangkotannya, masih kalah dengan sentuhan plitik manusia ekonomi klas multinasional dan atau kasta semiglobal. Stigma presiden 2014-2019 hanya sebagai petugas partai. Bukti ringan yang tak layak disangkal. Sing waras ngalah.

Geopolitik, binatang apakah itu? Yang jelas ada nyata di Nusantara adalah peta politik. Nyaris identik dengan dapil. Lebih dari itu, menjadi PR abadi bangsa dan generasi. Acap saya olahkatakan betapa merahnya Sang Merah Putih kian membara. Harimaumu, moncongmu. Moncong berbuih-buih, sigap memerahkan Nusantara.

Generasi yang mengorbangkan dirinya, menggadaikan jiwanya demi kebebasan ujung jari. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar