debat rubuh-rubuh gedhang,
cawapres vs cawapres
Sentimen positif pasar dalam negeri belum merespon debat
capres putaran kedua. Entah terhadap nilai tukar Rp, nilai kurs tengah Rp. Yang
jelas, serta merta pihak tertentu mendapat info. Digoreng menjadi olok-olok
politik.
Medsos atau sejenis, menjadi ajang pamér bégo, unjuk
pandir diri, umbar nista diri. Setetes amunisi,
langsung membara tanpa tanding. Orang gila pun tidak mau meladeni.
Komen lucu paling menggelikan ada di facebook. Bangga sang petahana dengan gaya pria tulang
lunak, bak Ali meng-KO George Foreman. Salah ibarat. Justru sang petahana adalah.
Tambah lagi fakta adanya pembodohan diiri.
Pemilih tanggung, diprakirakan merasa sudah bisa melihat
mana emas mana loyang. Golput berkurang. Permainan belum apa-apa. Pemanasan debat
akan menghasilkan sifat kehati-hatian. Arif menentukan pilihan. Sedikt banyak
sudah terkuak. Siapa itu siapa.
Bukan sudah bisa berbuat apa saja. Minimal, adakah
kelebihan diri dan kebaikan diri sebagai pemangku kewenangan. Bukan karena
mampu melihat celah, kelemahan lawan. sasaran empuk.
Masih ada babakan sebagai babak penentu. Ingat peran
wapres selama sejak ada di NKRI. Mulai dari dwitunggal, ban serep, matahari
kembar atau pengumpul suara.
Ujar peribahasa, lebar dan dalam sungai dapat diukur. Jadi,
barang kali tak ada salah jika kali ini menjadi tempat pebuangan sampah dan
atau lokasi gelontoran limbah industri. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar