Modus Teror Terhadap KPK Melebihi Aksi Terorisme
Negara Indonesia adalah negara hukum. Tegaknya hukum bukan karena UU
dipraktikkan. Itu pun tergantung status tersangka, bukan pada pasal. Wajar jika
siapa kuat, mudah memainkan hukum. Pagar makan tanaman, menjadi hal wajar di
Nusantara.
Singkat kata. Aneka teror terhadap KPK, artinya tidak hanya pada petugas. Mulai
di mata awam, sulit menentukan status episode antar periode pemerintahan, yaitu
“Buaya vs Cicak”. Kian membuktikan karena pelaku korup, didominasi bukan anak
kemarin sore. Kalau ada korupsi berjamaah, bergootng royong, kolektif dan kolegial.
Maupun karena efek melaksanakan perintah atasan. Demi tugas. Jelas di luar jangkauan
penalaran awam.
Lagi-lagi menurut logika awam, jangan-jangan antara pemberantasan kourupsi
dengan penanggulangan terorisme ada revitalisme. Ada persaingan terselubung. Kendati Indeks Perspesi Korupsi 2018 mengalami
hal menggembirakan. Tak identik dengan berkurangnya instansi dan atau oknum
pelaku korup. Politik transaksional menjadi payung hukum.
Artinya pihak yang berwenang mengatasnamakan hukum, jika lebih berorientasi
dan fokus pada kekuasaan. Dipastikan akan mengamankan pihaknya. Ini namanya
hukum keesimbangan. Kian kondusif karena sepertinya ada pembiaran oleh
penguasa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar