hanya manusia berakal
bisa mengakali dirinya
Jelas bukan karena salah bunda
mengandung. Tak ada hubungan diplomatik dengan “belum meminang sudah menimang”.
Sesuai tahun peruntungan politik babi tanah “belum tentu dapat kursi, sudah
bagi habis kursi”. Jangan ikuti kata orang dan atau riwayat kalimat bukan
maklumat.
Namun kiranya ada penyintas di
Nusantara yang kehilangan jejak diri. Dulunya dari mana, mampir di mana. Sukses
atasi krisis dunia. Naik setingkat, diri tidak siap.
Beranjak dari peribahasa bahasa Jawa,
yaitu lukak apapak ialah gambaran terhadap
suatu ha! seperti air tak penuh (di wadah), tetapi ingin penuh, (berusaha)
rnenyamai (apapak). Watak seseorang yang
sebenarnya bodoh, tetapi merasa sama dengan yang lain.
Ada di diri. Makanya pakai ilmu ngiloa githoké
dhéwé. Perilaku yang
diharapkan oleh bebasan ini biasanya sulit dilakukan karena tidak semua orang mampu
memahami kenyataan (baik buruk) pada diri sendiri. Pilih yang paling mudah,
yaitu “nyawango pucuk irungmu dhéwé”.
Sudah didayadayakan sepenuh daya,
tetapi apa daya, tetap tak berdaya. Agar tampak berdaya. Keluarkan jurus
andalan leluhur, yaitu ngingu satru Ian nglelemu mungsuh.
Akhirnya, anak bangsa pribumi,
sukabumi, probumi masuk kategori weruh ing grubyug ora weruh ing
rembug. Maksudnya, melihat
pada tiruan bunyi langkah kaki orang banyak, tapi tidak melihat pembicaraan
orang banyak. Maknanya, ikut-ikut tetapi tidak tahu pokok pembicaraannya.
Aneka jurus leluhur kurang manjur. Buka
kamus politik. Praktik golék kalimising lambé.
Sejatinya, mereka hanya merasa manunggaling
kawula lan panguwasa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar