Halaman

Kamis, 14 Februari 2019

hanya manusia berakal bisa mengakali dirinya


hanya manusia berakal bisa mengakali dirinya

Jelas bukan karena salah bunda mengandung. Tak ada hubungan diplomatik dengan “belum meminang sudah menimang”. Sesuai tahun peruntungan politik babi tanah “belum tentu dapat kursi, sudah bagi habis kursi”. Jangan ikuti kata orang dan atau riwayat kalimat bukan maklumat.

Namun kiranya ada penyintas di Nusantara yang kehilangan jejak diri. Dulunya dari mana, mampir di mana. Sukses atasi krisis dunia. Naik setingkat, diri tidak siap.

Beranjak dari peribahasa bahasa Jawa, yaitu lukak apapak ialah gambaran terhadap suatu ha! seperti air tak penuh (di wadah), tetapi ingin penuh, (berusaha) rnenyamai (apapak). Watak seseorang yang sebenarnya bodoh, tetapi merasa sama dengan yang lain.  

Ada di diri. Makanya pakai ilmu ngiloa githoké dhéwé. Perilaku yang diharapkan oleh bebasan ini biasanya sulit dilakukan karena tidak semua orang mampu memahami kenyataan (baik buruk) pada diri sendiri. Pilih yang paling mudah, yaitu “nyawango pucuk irungmu dhéwé”.

Sudah didayadayakan sepenuh daya, tetapi apa daya, tetap tak berdaya. Agar tampak berdaya. Keluarkan jurus andalan leluhur, yaitu ngingu satru Ian nglelemu mungsuh.

Akhirnya, anak bangsa pribumi, sukabumi, probumi masuk kategori weruh ing grubyug ora weruh ing rembug. Maksudnya, melihat pada tiruan bunyi langkah kaki orang banyak, tapi tidak melihat pembicaraan orang banyak. Maknanya, ikut-ikut tetapi tidak tahu pokok pembicaraannya.

Aneka jurus leluhur kurang manjur. Buka kamus politik. Praktik golék kalimising lambé.

Sejatinya, mereka hanya merasa manunggaling kawula lan panguwasa. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar