Halaman

Minggu, 24 Februari 2019

potensi banyak akal berbanding lurus peluang gagal paham


potensi banyak akal berbanding lurus peluang gagal paham

Menggunakan kata, lema ‘adab’ memang harus secara beradab. Awalan dan atau akhiran untuk ‘adab’ sudah baku dan dinamis. Mengarah ke subadab, biadab,

Revolusi peradaban  Nusantara ditentukan oleh penguna aktif produk teknologi. Atau teknologi itu sendiri. Manusia yang beradab, adalah yang mampu menggunakan, mengembangkan hasil peradaban orang dan atau bangsa lain.

Secara tradisional, sejak dini kita sudah diajari, diajak ‘ayo kawan menanam jagung di kebun kita’. Sebaga simbolisasi dan sinyal. Pertama, memang jagung bukan makanan pokok sebagian besar penduduk. Kedua. Sejarah akan membuktikan, bahwa – setelah sang anak penanam jagung di ‘tanah negara menjadi renta –  bangsa ini akan impor jagung (untuk pakan ternak). Regenerasi tidak terjadi.

Petanai jagung sambilan, tradisional, konvensional, turun-temurun kalah pamor dengan pekerja partai. Apalagi bisa mencapai kasta petugas partai.

Larangan tertulis tak bersanksi. “Di larang membuang sampah ke sungai”. Di pasang secara permanen di beberapa titik strategis dekat sungai. Dengan catatan, masyarakat sudah bisa calistung. Terjadi uji adab kaum pribumi dan pihak pengelola industri.

Aneka kejadian peristiwa, berbagai tindak perkara menjadi bukti. Jangan salahkan rakyat yang terekam di CCTV.

Ungkap fakta dan data. Betapa wajah badan sungai. Seolah layak atau patut diduga pantas menjadi tempat penampungan sampah. Sampah dapur rumah tangga, sampah pasar tradisional dan limbah industri non-IRT.

Bahan baku galian Pancasila adalah modal sosial rakyat. Sebagai makhluk sosial, mau tak mau, melihat panutan formal mempraktikkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Akhir kata. Apa yang dikatakan penguasa menjadi hukum. Bisa sebagai senjata pelibas lawan politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar