potensi banyak akal berbanding lurus peluang gagal paham
Menggunakan
kata, lema ‘adab’ memang harus secara beradab. Awalan dan atau akhiran untuk
‘adab’ sudah baku dan dinamis. Mengarah ke subadab, biadab,
Revolusi
peradaban Nusantara ditentukan oleh penguna
aktif produk teknologi. Atau teknologi itu sendiri. Manusia yang beradab,
adalah yang mampu menggunakan, mengembangkan hasil peradaban orang dan atau
bangsa lain.
Secara
tradisional, sejak dini kita sudah diajari, diajak ‘ayo kawan menanam jagung di
kebun kita’. Sebaga simbolisasi
dan sinyal. Pertama, memang jagung bukan makanan pokok sebagian besar penduduk.
Kedua. Sejarah akan membuktikan, bahwa – setelah sang anak penanam jagung di ‘tanah
negara’ menjadi renta – bangsa
ini akan impor jagung (untuk pakan ternak). Regenerasi tidak terjadi.
Petanai
jagung sambilan, tradisional, konvensional, turun-temurun kalah pamor dengan
pekerja partai. Apalagi bisa mencapai kasta petugas partai.
Larangan
tertulis tak bersanksi. “Di larang membuang sampah ke sungai”. Di pasang secara
permanen di beberapa titik strategis dekat sungai. Dengan catatan, masyarakat
sudah bisa calistung. Terjadi uji adab kaum pribumi dan pihak pengelola industri.
Aneka kejadian
peristiwa, berbagai tindak perkara menjadi bukti. Jangan salahkan rakyat yang
terekam di CCTV.
Ungkap fakta
dan data. Betapa wajah badan sungai. Seolah layak atau patut diduga pantas menjadi
tempat penampungan sampah. Sampah dapur rumah tangga, sampah pasar tradisional
dan limbah industri non-IRT.
Bahan baku
galian Pancasila adalah modal sosial rakyat. Sebagai makhluk sosial, mau tak
mau, melihat panutan formal mempraktikkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akhir kata.
Apa yang dikatakan penguasa menjadi hukum. Bisa sebagai senjata pelibas lawan
politik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar