bagaimana penguasa, lihat
kawanan loyalisnya
“Senyum Sang jenderal”, begitulah kiranya yang melekat pada sosok presiden
kedua RI. Mampu ‘memberi petujuk’. Lebih dari itu ada rapal, mantera politik ‘atas
kehendak rakyat’.
Agaknya, ada benang merah menyuratkan dan atau menyiratkan perwatakan penguasa
tunggal Orde Baru, antar periode.
Banyak hal yang menjadi catatan sejarah. Atau yang tak tercatat oleh
sejarah. Fakta lebih bicara. Data kejadian peristiwa, keadaan perkara, hanya menguatkan,
cuma menyangatkan.
Sebagai bangsa besar, tahu diri. Soal jasa, serahkan kepada Allah swt.
Kata rakyat. Semua bisa buka suara. Bukan sekedar sebagai saksi. Banyak yang
terlibat langsung dengan kiprah, kinerja, kontribusi pak Harto. Kalang sipil
dan terutama pihak angkatan, militer, tentara, ABRI.
Bukan sebagai ketua umum parpol. Tetapi mampu menjadikan Sekber Golkar
sebagai tunggangan, kendaraan politik. Identitas ‘kuning’ mendominasi sampai
pelosok desa, tepi kota. Setelah penyederhanan parpol, terjadi stabilisasi
politik.
‘Tinta hitam’ terpakai untuk mencatat sejarah beliau. Rakyat bergaya tahu
sama tahu. Yang tahu malah membisu. Tidak menambah dosa diri dengan obral
ujaran. Pihak berseberangan. Pa Harto pakai motto, kalau tak bisa dirangkul, pasti akan
didengkul.
Soal pakai cara ‘memetieskan’ itulah inisiatif kerja pembantu presiden. Penasihat
spiritual tak kalah gengsi dan gaya. Menjadi ‘kawan dekat’ presiden.
Bagaimana penguasa tapi bukan penguasa 2014-2019. Tunggu hasil liputan
pewarta kamar sebelah. Tepatnya, apa kata orang asing, biasanya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar