Halaman

Kamis, 14 Februari 2019

tatu lawas pembarep Pancasila, Nusantara abangan vs abangan Nusantara


tatu lawas pembarep Pancasila, Nusantara abangan vs abangan Nusantara

Saya, pembaca sebagai manusia dan atau orang Indonesia yang masih layak seutuhnya.  

Jika saya masuk ke halaman rumah sendiri. Apakah ada pihak yang “terdesak”. Apakah ada makhluk hidup lain yang tergusur, mengecil atau malah merasuk ke tubuh. Reaksi benda hidup sulit dideteksi. Benda alam, bagian dari bumi, masuk kategori benda hidup. Tidak hanya flora.

Apakah posisi saya ada di ketiak makhluk halus yang tak bisa tertangkap indra mata. Atau kepala kita menjadi keset mereka, golongan makhluk ghaib, makhluk nonkasatmata. Sadar tak sadar diri kita dibawah kendali mereka.

Ikhwal di atas, masih sebatas masuk halaman. Lanjut masuk rumah. Sampai saat kita buang hajat di KM/WC. Apa masalah terkait judul.

Kita tak perlu olah otak, cerna nalar, adu logika. Ketika halaman rumah masih menjadi lahan kosong. Lahan tak bertuan. Pasti ada pihak penunggu. Permisi saja tanpa modal, bisa perang panas dingin. Pihak pribumi maupun probumi, protes keras atas kehadiran manusia di teritorialnya.

Sebagai korban gusuran, makhluk penunggu tak akan duduk manis. Merasa mendapat tamu terhormat. Lantas gelar karpet merah. Aksi téaterikal terus digulirkan 2 jam nonstop. Pokoknya, penguasa alam yang bermarkas di benda hidup dan atau maupun benda mati, sesuai asas HAM (hak asasi makhluk hidup), aktif melakukan teror mental.

Ketika NKRI mau merdeka di tanah sendiri. Diawali dengan galian Pancasila. Banyak pihak merasa kepentingannya akan terganggu. Pihak yang mendewakan urusan dunia. Sampai pihak penyembah “penguasa” bumi (makhluk penunggu bumi, sing mbaurekso).

Bersyukur, agama Islam sudah menancap kuat di bumi Ibu Pertiwi. Bukan berarti bebas hambatan. Malah kian terjadi tantangan dengan aneka modus, serba rekayasa, sarat manipulasi.

Kehidupan kenal politik, tahu organisasi kemasyarakatan sudah terbentuk jauh sebelum Proklamasi. Modal kuat untuk menjaga kedaulatan bangsa dan eksistensi NKRI. Siapapun juga penguasanya. Selera politik lokal rasa semiglobal menjadikan judul. Politik menjadi agama. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar