tatu lawas pembarep Pancasila, Nusantara abangan vs
abangan Nusantara
Saya, pembaca sebagai manusia dan atau orang Indonesia yang
masih layak seutuhnya.
Jika saya masuk ke halaman rumah sendiri. Apakah ada
pihak yang “terdesak”. Apakah ada makhluk hidup lain yang tergusur, mengecil
atau malah merasuk ke tubuh. Reaksi benda hidup sulit dideteksi. Benda alam,
bagian dari bumi, masuk kategori benda hidup. Tidak hanya flora.
Apakah posisi saya ada di ketiak makhluk halus yang tak
bisa tertangkap indra mata. Atau kepala kita menjadi keset mereka, golongan
makhluk ghaib, makhluk nonkasatmata. Sadar tak sadar diri kita dibawah kendali
mereka.
Ikhwal di atas, masih sebatas masuk halaman. Lanjut masuk
rumah. Sampai saat kita buang hajat di KM/WC. Apa masalah terkait judul.
Kita tak perlu olah otak, cerna nalar, adu logika. Ketika
halaman rumah masih menjadi lahan kosong. Lahan tak bertuan. Pasti ada pihak
penunggu. Permisi saja tanpa modal, bisa perang panas dingin. Pihak pribumi
maupun probumi, protes keras atas kehadiran manusia di teritorialnya.
Sebagai korban gusuran, makhluk penunggu tak akan duduk
manis. Merasa mendapat tamu terhormat. Lantas gelar karpet merah. Aksi téaterikal
terus digulirkan 2 jam nonstop. Pokoknya, penguasa alam yang bermarkas di benda
hidup dan atau maupun benda mati, sesuai asas HAM (hak asasi makhluk hidup),
aktif melakukan teror mental.
Ketika NKRI mau merdeka di tanah sendiri. Diawali dengan
galian Pancasila. Banyak pihak merasa kepentingannya akan terganggu. Pihak yang
mendewakan urusan dunia. Sampai pihak penyembah “penguasa” bumi (makhluk
penunggu bumi, sing
mbaurekso).
Bersyukur, agama Islam sudah menancap kuat di bumi Ibu
Pertiwi. Bukan berarti bebas hambatan. Malah kian terjadi tantangan dengan
aneka modus, serba rekayasa, sarat manipulasi.
Kehidupan kenal politik, tahu organisasi kemasyarakatan
sudah terbentuk jauh sebelum Proklamasi. Modal kuat untuk menjaga kedaulatan
bangsa dan eksistensi NKRI. Siapapun juga penguasanya. Selera politik lokal
rasa semiglobal menjadikan judul. Politik menjadi agama. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar