Halaman

Senin, 18 Februari 2019

jual beli suara, pasar dalam negeri sudah jenuh


jual beli suara, pasar dalam negeri sudah jenuh

Peta pergerakan pemilih pemula tak bisa ditebak. Harga liar. Alat peraga kampanye hanya bermanfaat untuk sekedar tahu siapa wajah caleg. Soal mau pilah dan pilih capres, tergantung niat dan kedalaman hati. Pengalaman periode 2014-2019 mengerucutkan logika politik.

Parpol konservatif berdasarkan perusahaan keluarga memang tak sepi peminat. Akrab secara personal tak menjamin keterpilihan. Tenggang rasa membuahkan rasa kenal, kedekatan dan pemantapan kriteria. Akumulasi interaksi sosial di pasar tradisional, seperti saling buka buku.

Pemilu serentak antara pemilu legislatif bareng dengan pilpres. Sangat  menentukan kadar demokrasi selama proses. Yang tak diharapkan hasil bagaimana pun amat sangat menentukan jalannya pemerintah ke depan. Bak anak kecil diberi mainan pisau dapur. Salah iris.

Hanya caleg yang nomor urut, bak nomor jadi, yang bernyali. Pasang alat peraga kampanye di lokasi jin buang sial. Minimal, yang sudah diketahui oleh tetangga atau penduduk. Sistem getok tular masih laku.

Berlaku juga atau akan membuat pemilih gamang untuk melek fakta. Keluarga kader maupun kawanan sebuah parpol, belum tentu satu warna. Kecuali pada keluarga terbina oleh nilai religi. Komunitas berbasis religi Islam, menyandang beban ganda.

Pilih caleg terbaik di antara yang baik. Parpol mana, menjadi pertimbangan kedua. Ikhwal ini, dengan banyaknya parpol berlabel Islam, merepotkan diri umat Islam. Bisa kalah suara dengan hanya satu pilihan. Atau pihak lain lebih fokus ke satu wadah.

Mau pilih capres yang mana. Barang lama atau wajah baru. Sentimen agama tak bisa. Kadar ulama bukan jaminan. Umat sudah tahu akan adanya ulama dunia maupun ulama akhirat.

Justru pada hari-H, tepatnya 17 April 2019. Tampilan pemilih bisa menentukan pilihan pihak lain. Betapa pasutri datang dengan busana bak ke kondangan. Atau bapak-bapak datang dengan gaya santai. Menggerombol buka forum, buka mulut mengepulkan asap. Sok akrab dengan panitia.

Tak terkeculai generasi melek sandal, pemilih pemula maupun pemilih pemalu, seperti mampir ke TPS. Tanpa beban. Selesai coblosan langsung lupa siapa yang dipilih. Jumlah tak banyak. Secara nasional mampu mencapai persen menentukan.

Betapa calon pemilih datang jelang bubar. Sekalian dengar hasil hitungan kotak suara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar