jual beli suara, pasar dalam negeri sudah jenuh
Peta pergerakan pemilih pemula tak bisa ditebak. Harga liar.
Alat peraga kampanye hanya bermanfaat untuk sekedar tahu siapa wajah caleg. Soal
mau pilah dan pilih capres, tergantung niat dan kedalaman hati. Pengalaman periode
2014-2019 mengerucutkan logika politik.
Parpol konservatif berdasarkan perusahaan keluarga memang
tak sepi peminat. Akrab secara personal tak menjamin keterpilihan. Tenggang rasa
membuahkan rasa kenal, kedekatan dan pemantapan kriteria. Akumulasi interaksi
sosial di pasar tradisional, seperti saling buka buku.
Pemilu serentak antara pemilu legislatif bareng dengan
pilpres. Sangat menentukan kadar
demokrasi selama proses. Yang tak diharapkan hasil bagaimana pun amat sangat menentukan
jalannya pemerintah ke depan. Bak anak kecil diberi mainan pisau dapur. Salah iris.
Hanya caleg yang nomor urut, bak nomor jadi, yang
bernyali. Pasang alat peraga kampanye di lokasi jin buang sial. Minimal, yang
sudah diketahui oleh tetangga atau penduduk. Sistem getok tular masih laku.
Berlaku juga atau akan membuat pemilih gamang untuk melek
fakta. Keluarga kader maupun kawanan sebuah parpol, belum tentu satu warna. Kecuali
pada keluarga terbina oleh nilai religi. Komunitas berbasis religi Islam,
menyandang beban ganda.
Pilih caleg terbaik di antara yang baik. Parpol mana,
menjadi pertimbangan kedua. Ikhwal ini, dengan banyaknya parpol berlabel Islam,
merepotkan diri umat Islam. Bisa kalah suara dengan hanya satu pilihan. Atau pihak
lain lebih fokus ke satu wadah.
Mau pilih capres yang mana. Barang lama atau wajah baru. Sentimen
agama tak bisa. Kadar ulama bukan jaminan. Umat sudah tahu akan adanya ulama
dunia maupun ulama akhirat.
Justru pada hari-H, tepatnya 17 April 2019. Tampilan pemilih
bisa menentukan pilihan pihak lain. Betapa pasutri datang dengan busana bak ke
kondangan. Atau bapak-bapak datang dengan gaya santai. Menggerombol buka forum,
buka mulut mengepulkan asap. Sok akrab dengan panitia.
Tak terkeculai generasi melek sandal, pemilih pemula
maupun pemilih pemalu, seperti mampir ke TPS. Tanpa beban. Selesai coblosan
langsung lupa siapa yang dipilih. Jumlah tak banyak. Secara nasional mampu
mencapai persen menentukan.
Betapa calon pemilih datang jelang bubar. Sekalian dengar
hasil hitungan kotak suara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar