Halaman

Selasa, 10 November 2020

runyam binti kelam, kendaraan politik vs alat politik

 runyam binti kelam, kendaraan politik vs alat politik

Modus politik penggelembungan suara pada pilkada sudah bisa dibakukan, dibukukan menjadi korupsi pilkada. Biaya politik tertanggungkan kepada paslon termasuk ikhtiar “memperlancar” sistem hitung surat suara. Maksud baik, tata niaga penyelenggara pilkada sudah bisa ditengarai mana yang loyal, mana yang royal.

 Nilai jual bakal calon yang diusung sebuah parpol atau gabungan tapi belum tentu koalisi pilpres. Akan menentukan prakiraan harga lelang internal. Lanjut dengan meruwat mesin politik agar berkinerja sesuai skenario. Arisan modal pemenangan akan menentukan siapa akan menjadi apa jika paslon sukses. Uang negara oleh paslon ada petahananya, menjadi alternatif andalan.

 Ijon produk hukum tingkat daerah sampai bagi-bagi proyek sudah bisa dipetakan sejak dini. Bahkan tersedia paket dua periode. Dengan tarif progresif revolusioner. Nasib pemilih tradisional, bagi kantong suara yang tidak bisa diajak kompromi, bisa-bisa bisa tidak mendapat kartu undangan. Lokasi sulit dijangkau. Lain pasal dengan pemilih mengambang, masik bisa ada ikatan moral dlm paket membeli suara (vote buying). [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar