Halaman

Selasa, 03 November 2020

ketahanan keluarga fungsi kedaulatan rumah tangga dan adab bertetangga

ketahanan keluarga fungsi kedaulatan rumah tangga dan adab bertetangga

 Bagaimana bunyi tak nyaring tentang RUU ketahanan keluarga. Inisiatif pihak mana, tampaknya kian merana. Kendati pakai kamus dan bahasa politik bukan konsumsi rakyat. Maunya menemukan tanpa sengaja formula ajaib yang berlaku nasional berencana. Padahal, sudah terbukti tanpa terputus oleh beda penguasa, pada kehidupan harian bermasyarakat.

 Saking mengangkasa RUU malah kian meninggalkan tumpah darah Indonesia. Semakin tinggal landas, kian mencampakkan kejadian aktual, faktual berbasis adat lokal dan akar budaya. Ikatan batin tak sebatas teritorial wilayah. Asas “guru” (guyub, rukun) tak tergantikan oleh pasal formal yang hanya kejar ambisi politik.

 Mata air atau belik (bahasa Jawa) menjadi sumber dan pusat kehidupan. Lingkungan hunian, tempat tinggal yang terbangun antar generasi, seolah keluarga besar. Memang demikian catatan ringan historisnya. Masih ada hubungan darah, kekeluargaan, kerabat. Membentuk trah yang terkadang jauh dari golongan darah biru.

 Ketika pasal menguasai, memiliki, menggunakan, memanfaatkan rumah tapak menjadi langka atau diluar jangkauan daya beli, sekalipun non-UMR. Alternatif rumah komersial menampilkan rumah model rutaha (rumah tanpa halaman).

 RUU ketahanan keluarga sah-sah saja disusun sampai ribuan halaman, agar tampak sebagai kinerja legislasi. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar