Halaman

Sabtu, 07 November 2020

jangan diterima bila kemasan rusak

 jangan diterima bila kemasan rusak

 Membaca komposisi pada kemasan makanan/minuman sudah bisa berfungsi selaku konsideran, beli atau sebaliknya. Rasa nasionalisme terbaca pada persentase penggunaan komponen dalam negeri. Rasa buatan, perwarna sintetis, zat pengembang, pengawet atau pasal tak terduga. Masih belum masuk ranah dan ruh religiusitas.

 Produk massal, partai besar, pengalaman antar periode, pesan dadakan walau pakai pola cepat saji akan menentukan tampilan berdaya saing. Partai politik atau tepatnya Golkar era rezim komplit Orde Baru, menjadi pabrik pencetak penyelenggara negara, pejabat publik sampai raja jalanan. “Restu Cendana” menjadi tiket bebas, tiket terusan untuk raih kisah sukses non-karier.

 Kawan partai menentukan karier di birokrasi sipil maupun birokrasi alat negara. Efek adab loyal total menentukan atau imbas pada nasib plus kesejahteraan keluarga. Lawan politik, beda pilihan di rezim politik reformasi, bernasib lebih butuk ketimbang pihak anti kemapanan periode RI-1 kedua.

 Karier ASN di pemerintah kota/kabupten tergantung kreasi, keramahan sentuhan tangan-tangan kawanan parpol pemenang pilkada.

 Rebat cekap. Jelang setiap pesta demokrasi. Tidak hanya “kemasan rusak” yang beredar bebas luas. Batas tanggal kedaluwarsa, diabaikan. “Isi” daur ulang atau hasil karbitan, oplosan, kanibal, rakitan kian menambah alternatif pilihan.

 Semakin parpol aneka warna, akan berbanding lurus dengan lonjakan pemlih pasif utawa golput. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar