Halaman

Sabtu, 14 November 2020

beruntunglah rakyat yang tidak baca Perubahan Ketiga UUD NRI 1945, khusus Psl 1 ayat (2)

 beruntunglah rakyat yang tidak baca Perubahan Ketiga UUD NRI 1945, khusus Psl 1 ayat (2)

Adalah UUD NRI 1945, tersurat:

 

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

 

Pasal 1

(1)          Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

 

Namun karena berkat jasa manusia politik pasca bergulirnya reformasi dari puncaknya, 21 Mei 1998. Liwat tangan MPR, terjadilah Perubahan Ketiga (tahun 2001) UUD NRI 1945. Perubahan pada Pasal 1, ayat (2), semula tersurat:

(2)          Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

 

Kemudian menjadi:

(2)          Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Kata “sepenuhnya” secara konseptual dihapus, dan bukan sekedar redaksional karena masih harus dilengkapi dengan kalimat “dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal ini dengan maksud dan tujuan agar “Kedaulatan Rakyat” (volkssouvereiniteit) tidak bermetamorfosis berubah menjadi “Kedaulatan Negara” melalui lembaga MPR yang menurut Penjelasan UUD 1945 “kekuasaannya tidak terbatas”. Hal ini lebih diperberat lagi dengan adanya sistem “mandataris” dalam bentuk “Presiden mandataris MPR”, maka menjadi semakin jelaslah bahwa kekuasaan Presiden menjadi mutlak dan tidak terbatas, sesuai dengan kekuasaan mutlak yang dimiliki MPR sebagai pemberi mandat kepada Presiden, sehingga terjadilah bahwa “der staat verkopent sich in dem keizer”, yang pada gilirannya berubahlah rechtsstaat menjadi machtstaat (negara kekuasaan).

 

Di samping itu muncul pemilihan umum (Pemilu) sebagai salah satu bentuk pelaksanaan Kedaulatan Rakyat mutlak harus dituangkan secara eksplisit ke dalam pasal-pasal UUD 1945, dengan maksud dan tujuan agar kedaulatan tetap mutlak berada di tangan rakyat, dalam pengertian bahwa segenap kemauan dan keputusan politik tertinggi dari rakyat (de hoogste staatswill de hoogste politieke beslissing van het volk) agar tetap berada di tangan rakyat, sehingga dapat dijamin agar sistem kedaulatan rakyat tidak mudah bermetamorforsis berubah menjadi sistem kedaulatan negara (staatssouvereiniteit) seperti pernah terjadi pada rezim pemerintahan Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto.

 

(dua alinea di atas, dicuplik dari Buku II Sendi-sendi/Fundamen Negara (EDISI REVISI), MKRI 2010)

 

Selain perubahan pada ayat (2). Perubahan berupa tambahan muncul ayat (3), tersurat:

(3)          Negara Indonesia adalah negara hukum.

 Jadi, kasarannya pakai bahasa pokrol bambu. Tidak perlu ada UU untuk menjabarkan bagaimana enaknya bentukan, wujudan nyata frasa “kedaulatan berada di tangan rakyat”. Beruntunglah rakyat yang tak tahu, tak kenal, tak paham ayat ini.

 Jadi, praktik “kedaulatan berada di tangan rakyat” sudah tidak membutuhkan eksistensi MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Kendati komponen utama pembentuk MPR telah direformasi liwat Perubahan Keempat (tahun 2002) UUD NRI 1945, sehingga menjadi:

 

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

(1)          Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

 Menyoal frasa “Negara Indonesia adalah negara hukum” masih sedang dalam proses hukum oleh pihak berwajib dan atau berwenang, pembuktian terbalik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar