Halaman

Minggu, 25 Juli 2021

watak berangasan vs jiwa berangusan

 watak berangasan vs jiwa berangusan

Ungkapan pakai bahasa njawani “asu gedhé menang kerahé”. Masih berlaku bebas sampai waktu kapan pun. Menu politik nusantara sibuk-sibuknya tayang pihak dimaksud. Media massa arus bawah getol melansir satu foto sarat makna. Satu oknum dengan aneka sudut jepretan, tetap begitu-begitu saja. Tampak dari masa saja memang sudah satu harga, harga mati.

 Kondisi negara bak kacang sebiji direbus. Penuh gejolak bolak-balik melebihi tong kosong garang gonggongannya. Alih isu agar isu utama berkesempatan tarik nafas dalam-dalam. Merangkai karangan kata sergaguna, multimanfaat. Pemirsa kian hafal dengan hafalan narasi kenegaraan. Siapapun yang buka mulut walau sekedar info kontra info.

 Hidung rakyat salah sendiri. Bisa secara tidak sengaja nongkrong plus nangkring di tempat yang bukan peruntukkannya, menjadi saksi yang memberatkan diri tak terbantahkan. Buang ingus sembarang tempat, tanpa pandang waktu walau demi taat protokol kesehatan. Tetap melanggar norma. Aksi rakyat di jalanan, di gang senggol, di pasar tradisional, di warung nasi, di angkringan menu papan bawah. Diolah secara politis, bisa masuk pasal “ngono waé ora ilok”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar