lihat kursiku penuh derita rakyat
Tidak sebegitunya, bahkan bisa lebih dari fakta dan data lapangan. Bermula dari analisis de facto sekalian de jure. Perolehan suara melewati hitung-hitungan politis, bagian besar biaya politik. Proses formal perhitungan, terjadilah kejadian pokoknya ybs bisa dilantik. Sederhana dan jelas berdiri perkara. Rakyat coblos nama atau gambar partai, bisa-bisa hasil coblosan meleset jauh. Daerah pilihan yang bebas tarif, menjadi ajang praktek politik politikan, sejatinya berpolitik.
Rakyat penyandang hak pilih pasif, sudah tuntaskan kewajiban politik. Soal perjalanan kotak suara hingga rekapitulasi resmi, menjadi karakter pesta demokrasi, pestanya kawanan partai politik. Tidak layak diperdebatkan. Ritual kebangsaan kalah pamor dengan cakupan, lingkupan bernegara di atas segala status kepentingan umum apalagi kebutuhan rakyat.
Kontrak politik lima tahunan menjadi
ladang aji mumpung, menjadi panggung numpang lewat. Pelaga politik sipil maupun
mantan alat negara, modal lagak lagu. Perimbangan jasa politik dengan gelar
kehormatan. Dilulu malah kian menjadi-jadi. Sudah tidak bisa dikasih hati lagi.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar