Halaman

Minggu, 11 Juli 2021

pendengki, satu pilar kekufuran bikin repot negara

 pendengki, satu pilar kekufuran bikin repot negara

 Berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, terasa serasa kuping mampu menguping bisikan hati orang di seberang lautan. Wejangan luhur leluhur tentang hidup bareng antar manusia. Rukun saja belum cukup. Diperkuat dengan laku berikutnya. Terpaan angin duniawi mampu mengkaburkan jiwa manusia. Ikatan plus kaitan emosi merasa berada di jalur yang sama raih kepentingan. Sinergi untuk saling silang mendominasi semua pihak di teritorial senasib.

 Garis tangan yang mirip, sepertinya memiripkan pola pikir, olah tutur, gaya tindak. Ahli menilai orang lain secara frontal, total. Menilai pihak lain secara kasat mata. Jika tampilan pihak lain tampak biasa-biasa saja, langsung merasa super, di atas angin. Sebaliknya, lebih terjadi hal-hal berkebalikan. Mendadak bibit-bibit dengki lokal saling bersinergi.

Satu fakta dengan aneka komentar. Satu komentartor (baca, pendengki) mampu membuat daftar kata kedengkian. Tanpa terasa, begitulah kehendak sejarah nusantara. Penguasa yang merasa legitimasinya bak di ujung tanduk. Langsung bertindak memfasilitasi bebas maksudan. Ingat ketika lapas menjadi ladang ilmu kawanan pelaku kriminal. Apa jadinya, ketika nusantara diatur oleh kawanan pesuruh binaan partai politik berkebutuhan khusus.

 Kawanan pendengung, pendenging berbasis kedengkian, timba ilmu di asas multipartai. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar