Halaman

Sabtu, 31 Juli 2021

varian mégabencana nusantara berlanjut

varian mégabencana nusantara berlanjut

Mégabencana versi 2014-2019, sebagai akibat tindak tanduk, tindak tutur kata, tingkah laku, ulah tangan manusia yang sudah melampaui batas kewajaran. Alam tetap tak akan jemu, tak pernah kapok, tak kenal lelah mengingatkan bangsa Indonesia. Tata niaga kebencanaan, semakin meneguhkan bahwa sebagai keturunan anak cucu nabi Adam as dan ibu Siti Hawa, manusia memang ahli untuk berbuat apa saja. Sampai-sampai iblis, jin, setan terheran-heran.

 Belajar dari bencana alam.  Mulai sigapnya pemerintahan daerah (eksekutif dan legislatif) yang pro-rakyat atau sekedar kejar kekuasaan. Sampai bagimana rasa persatuan, persaudaraan (ukhuwah), solidaritas, ikatan teritorial antar umat. Wajar jika rakyat saat menghadapai kondisi eksternal di luar daya tahan, ambang batas akan bertindak di luar akal, berbuat tanpa nalar, bergerak bebas logika.

 NKRI harga mati kawan. Kelompok kriminal bersenjata, yang ingin berdaulat, jelas bukan makar.  Gerakan senyap berpola séparatis, sempalan partai politik bukan masalah. Peta politik menujukkan adanya pengkaplingan berbasis penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan. Beda dengan struktur teritorial tentara dan polisi. Maka dari itu, militer mempunyai daya pantau atas perilaku politisi sipil. Pergerakan politik sejalan dengan tingkat kerawanan bangsa dan negara.

 Kembali ke pasal pendukung judul. Tebar dan tabur janji kampanye daripada pesta demokrasi. Ala penebar dan penabur fitnah dunia. Antisipasi gerakan aksi ingatkan dan tagih janji. Penguasa sigap siaga pasang muka kawanan pendengung. Ahli pembolak-balik fakta. Namanya kebusukan berlapis, semakin dikemas secara moral konstitusional. Muncul kebusukan lain yang tidak terduga. Antar kebusukan saling adu nyali membentuk bencana politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar