Halaman

Rabu, 14 Juli 2021

pemulihan serentak mbokdé mukiyo, dudu pemilihan serentak

 pemulihan serentak mbokdé mukiyo, dudu pemilihan serentak

Saraf dan syahwat politik menggelegak. Menatap apa saja disamakan dengan enaknya kecipratan kursi. “Dilulu”, istilah adat dan adab wong Jawa yang terasa njawani. Komplit simak ungkapan njawani “kawuk ora weruh sarirané” berlaku sesuai pasal anyar dan bebas sanksi moral. Mirip buaya lupa kulitnya. Pemulihan nama baik bisa lewat acara hukum, bukan ranah medis. Tolok ukur sesuai pihak yang merasa rugi.

 Padahal, banyak laku sosial yang menyerempet delik kriminal. Salah kutip bisa berabe. Lagi-lagi, tergantung pelaku utamanya. Selama masih karena panggilan tugas, pada jam kerja perlu bukti terstruktur. Beda amat jika pelanggar hukum tidak kebal hukum. Langsung vonis di tempat, habis perkara. Melarikan diri beda dengan dilarikan. Diamankan sesuai pasal yang dibuat kemudian.

 Pandai-pandai bersyukur, maka nikmat bahagia jiwa-raga terjaga. Bahkan berlipat tak terduga oleh nalar manusia. Manusia merasa berkat tetesan keringat diri mampu pada posisi terkini. Ramuan nama baik leluhur kian mendongkrak raihan dan perolehan. Masalah klasik, nikmat dunia berkat kedudukan yuridis formal konstitusional berpeluang tidak mendatangkan kebaikan. Sebaliknya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar