sistem pemerintahan
berbasis kedaulatan provinsi
Ada apa dibalik kesenjangan, ketimpangan jumlah
penduduk antar provinsi. Belum ada standar jumlah penduduk ideal provinsi.
Terkait dengan efektivitas pemerintahan dan keterpenuhinya aspirasi penduduk,
inspirasi masyarakat. Faktor alam memang ikut menentukan.
Wacana penambahan daerah otonomi baru, lebih
berbau, beraroma irama dan sarat dengan unsur politis. Wawasan Nusantara,
geopolitik maupun negara kepulauan serta pluralisme bangsa menjadi acuan utama,
kriteria dasar, faktor daerah provinsi anyar.
Setiap pulau besar atau gugusan pulau mempunyai
pusat ‘pemerintahan’. Artinya, lokasi dan potensi sebuah provinsi yang secara
historis sudah unggul, dikeroyok bersama.
Lepas dari sistem perwilayahan, penerapan sistem
zonasi atau faktor kegempaan. Riwayat bentuk kerajaan yang pernah ada dan masih
berlanjut, menjadi rujukan lokal. Masyarakat bukannya merindukan masa lampau. Ingat
saja bagaimana tergalinya dan tersusunnya sila-sila Pancasila.
Berdayakan pikiran untuk melihat yang belum
terlihat. Bertolak dari gemuruh reformasi, terjadilah Perubahan Kedua UUD NRI
1945. Terkait dengan olahkata ini, simak santai pada:
Pasal 18B
(1)
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
(2)
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Kemanfaatan, efektivitas jabatan gubernur sebagai
perpanjangan tangan pemerintah, lebih digaungkan. Jangan terjebak warna politik
yang nyatanya ternyata menjadi biang konflik. Sistem kesatuan Nusantara,
menjadi perekat dan penjaga persatuan, kesatuan.
Moral politik menjadikan pengelola daerah masih
merasa menjadi bagian atau dipas-paskan ada ketergantungan pada pemerintah
pusat, induk dari daerah. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar