Halaman

Senin, 03 September 2018

mempertuhankan manusia vs memanusiakan tuhan


mempertuhankan manusia vs memanusiakan tuhan

Betapa peduli pemerintah dan atau penguasa tunggal Orde Baru terhadap olahraga Nusantara, dibuktikan dengan jargon: “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”.

Ironis binti miris. Lahirnya Orde Baru berkat Pancasila Sakti. Beda nasib dengan penggali Pancasila. Semua ‘kesaktiannya’ diprètèli secara sistematis. Menu politik ‘nasakom’ menjadi  bom waktu. Ideologi komunis tetap menjadi bahaya laten. Mampu berbaur dengan sistem politik maupun bentukan parpol yang sudah ada, sedang ada maupun yang akan ada. Merahnya sang dwiwarna merah-putih semakin mérah.

Praktik tatanan dan tataran sosial-politik-ekonomi menjadikan klas rakyat, strata penduduk, kasta warga negara semakin terukur. Stigma pengguna hak politik yang layak diduga bukan dari loatlis penguasa: non edcucated people. Rakyat sebagai obyek pembangunan berbasis ULN: permanent underclass. Daya beli, daya belanja keluarga, sesuai dalil BPS: masyarakat kurang beruntung. Ikhwal ini menentukan kelayakan ULN.

Ketika politik menjadi panglima dan agama bumi. Kepentingan apapun tidak akan menyatukan anak bangsa pribumi. Memperebutkan mangsa politik yang sama. Terbukti dengan asas éra mégatéga. Jangan lupa, masih akan terjadi: wis téga banget lan édan tenan, tetep ora keduman. Politik tetap politik. Manusia politik, sesuai bahasa politik dan kamus politik, tak ada salahnya. Tak ada cacatnya.

Lebih beruntung dengan ketauhidan reliji. Nikmat mana lagi yang akan engkau dustakan. Pola taklid buta serigala berbulu domba, menjadikan dunia ini bak ladang gembala tanpa batas. Sejarah nabi bisa dipelintir. Bukan tugas kita untuk meluruskannya. Kembalikan kepada Allah swt. Aamiin YRA. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar