Halaman

Minggu, 09 September 2018

cerdas korup, parpol tempat berguru


cerdas korup, parpol tempat berguru

Lepas dari fakta, pihak mana atau siapa saja pelaku korup di Nusantara. Tak salah, kalau petugas partai atau manusia politik mendominasinya. Dasar negara Pancasila seolah memberi peluang peseteruan Buaya vs Cicak, tetap marak antar periode pemerintah.

Tanpa mengusik keasyikan buaya yang sedang jemur gigi. Serpihan rahasia umum betapa perilaku korup memang sudah terbentuk sejak zaman penjajahan. Anak bangsa pribumi, bumipitera, putra-putra asli daerah, merasa tak berdosa jika melestarikan budaya korup.

“Ada uang ada tikus berdasi”, menjadi salah satu slogan, semboyan dukungan formal aparat penegah hukum, hamba hukum. Kan sudah ada episode Buaya vs Cicak. Bermain Rp, siap menerima segala resiko. Semakin dekat dengan sumber Rp, semakin berpeluang kecipratan.

Sedekat ini, biaya politik dianggap pemacu, pemicu budaya korup. Pola lama, jabatan basah identik dengan peluang korup lebih luas dan leluasa. Semakin tinggi kuasa, wewenang, hak maka Rp akan mengalir datang. Duduk manis, aliran dana terduga sudah bisa diduga nominalnya. Rumusan ekonomi-politik: 1 Pas : 3 Cukup : 7 Kurang. Sudah kedaluwarsa. Model babat habis, tanpa ampas.

Namun apa daya kalau cuma satu daya. Jangan sekali keruk habis. Agar tampak berklas, ikuti mainan dan aturan main setiap periode. Jaga jarak aman. Pasang pagar pengaman yang tak terdeteksi KPK. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar