tulisan
terakhir Séptémber 2018
Menulis
itu indah di hati. Bisa beda atau berkebalikan dengan hati penyimak. Lihat judul
ada yang langsung merasa terusik wibawanya. Tak kurang sebagai perangsang
munculnya pengkomen yang klas segitunya. Sisanya, tiba-tiba merasa dirinya
lebih mampu menulis.
Karya
tulis, atau hasil coretan sebagai bukti tertulis. Menjiplak atau gaya plagiat,
di muka hukum bernasib sama. Bisa lebih runyam, karena menyebarluaskan,
propaganda berbasis provokasi, bukan asumsi vs bukan fakta.
Lika-liku
perjalanan hidup sebagai anak bangsa pribumi, tak akan lepas dari anomali politik.
Semakin banyak parpol yang masuk jajaran penguasa, dimungkinkan kran impor menjadi
andalan. Udara segar untuk pernafasan asli, bilamana memungkinkan akan diimpor.
Mau nafas buatan, tunggu bahan impor, keburu dikubur.
Bangganya
generasi Nusantara, urusan laut ada menteri atau setingkat menteri. Militer berkepentingan
dengan ketahanan dan kedaulatan laut. Laut Nusantara menjadi sumber pendapatan
negara lain.
Menulis
yang enak dibaca, direkam atau diendus unsur pidananya, perlu modal nékat. Mirip
bondo nékat. Abaikan komen pembaca. Menulis untuk menulis, bukan untuk
memancing pendapat makhluk lain.
Di kalangan
akademis, katanya, menulis menjadi momok bagi tenaga pengajar. Lebih lincah
menjelaskan ilmu di depan klas. Sedemikan hafal dan ngelotoknya. Apalagi yang
mendengarkan tiap semester ganti wajah dan telinga. Jangan sampai terjadi model
dosen merasa dibutuhkan oleh mahasiswa. Jangan memanfaatkan momentum bahwasanya
mahasiswa butuh nilai lulus.
Selamat
berakhir bulan sekaligus menyambut datang . . . [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar