Indonesia,
jangan kau tiru laku keledai
Barangsiapa tahu ikhwal,
seluk-beluk, perilaku, tingkah laku keledai, atau bahkan kerabat keledai
(maksudnya sama-sama di partai keledai, atau satu koalisi dengan partai
keledai), harap tahu saja. Mengapa dijadikan komponen judul. Satire atau guyon
parikeno. Begitulah kisah yang tak pernah tuntas.
Memasuki babak final penentuan
presiden RI kedelapan. Jelas, tak ada kaitan politis dengan hingar-bingar
keledai. Tidak semua kebun binatang mempunyai keledai. Kendati akumulasi,
kompilasi aneka watak keledai di berbagai negara, terdapat di Nusantara.
Di ladang gembala lain padang
rumput. Masih terjadi praktik adu domba. Sesama gembala adu trik gaya mutakhir.
Sehingga tukang komen yang masih gagap modus, pokoknya asal buka mulut. Tampak sensor
digital, biar dikira santun bahasa.
Semakin diaduk, semakin jelas warna
yang timbul. Satu warna beda gradasi. Bangsa ini, bangsa Indonesia dengan aneka
rasa. Praktik demokrasi berjalan terbalik. Pihak yang dipilih – sebut saja
wakil rakyat, kepala daerah, kepala negara – merasa sebagai pihak yang dibutuhkan. Mampu menggaet
jumlah pemilih sesuai aturan main, semakin merasa bak raja diraja.
Rasanya, keledai di Nusantara
mendapat hak istimewa. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar