taruhan
politik Ulama, perpanjangan tangan penguasa vs penyambung lidah penguasa
Jelas dan benderang, judul di atas
bagi umat Islam sebagai hal yang tidak ada rahmat-Nya. Dibolak-balik – karena nongkrong bebas di tempat yang tidak semestinya dan nangkring sembarangan pada waktu
yang tak tepat – hasilnya sami mawon.
Lingkar kepala oknum ketum MUI
tergoda ajakan amanah dari presiden aktif 2014-2019, untuk menjadi cawapres
pada pilpres 2019. Jauh dari kabar baik dan atau kabar buruk. Namanya politik. Kuman
di belahan dunia lain, tampak nyata.
Sontak umat Islam hanya mengelus
dada sendiri dan tepuk jidat sendiri. Tak lupa sambil tarik nafas liwat dua
lubang hidung sendiri. Budidaya akal, olah logika, rekayasa nalar maupun kadar
naluri, komposisi insting berbasis ideologi atau politik Islam mendadak buntu.
Dalih dan dalil mengapa ybs masih
mengangkangi jabatan ketum MUI, simple bin sederhana. Menurut kata hatinya maupun
bisikan mau nafsunya, ybs yakin bulat mampu memainkan peran ganda, peran
terselubung, peran berlapis secara aman, nyaman dan ikhlas dunia.
Rekam jejak dunia akademisnya
semakin membulatkan semangat sebagai ‘hamba
politik’. Tak layak diperdebatkan. Kita hargai hak pilihnya.
Umat Islam bersyukur, masih ada segelintir
anak muda yang ahli masjid. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar