Halaman

Rabu, 19 September 2018

Indonesia, wajah asinmu tetap membara

Indonesia, wajah asinmu tetap membara

Padang air di teritorial perairan Indonesia serba menjanjikan. Sanggup memakmurkan bangsa lain. Menjadi sumber pendapatan asing negara lain. Sambil liwat bisa sedot isi lautan. Tak kurang kapal laut berbendera negaranya, buang sial di hamparan ‘samudra tak bertuan’.

Sejauh mata memandang, kuman di seberang lautan bertebaran. Siap mencaplok wilayah Nusantara. Kakek nenek moyangku orang pelaut. Belum semua manusia dan atau orang, anak bangsa pribumi pernah melihat laut. Karena rekreasi ke pantai, mata terbuka luas sejauh pandang.

Menjaga WC umum yang komersial agar tetap sesuai standar higiénis, sudah kalng-kabut. Apalagi laut – yang bak WC umum tanpa tepi – butuh kerja sama saling menguntungkan dari berbagai pihak.

Peradaban umat manusia yang sukses membudidayakan, memperdayakan tanah daratan, terbukti dengan air laut bisa dirasakan di darat. Rakyat bisa merasakan asinnya garam asli laut dari laut seberang lautan. Demi rakyat penyuka makanan asin, pemerintah terpaksa impor garam.

Kita wajib bersyukur Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 merupakan landasan struktural dan legalitas bagi proses integrasi nasional Indonesia sebagai negara maritim. Secara geografis, posisi benua Maritim Indonesia terletak pada suatu kawasan yang rentan, riskan, rawan. Interaksi positif dengan mekanisme perubahan iklim global.

Konsep negara maritim yang tidak lepas dari kekuatan pertahanan. Ditunjang konektivitas dan kemanfaatan tol laut. Negara mampu memanfaatkan potensi sumber daya laut dan menjaga kedaulatan wilayah lautnya.

Catatan sejarah umum. Pada tahun 1605 Belanda dengan Verenigde Oost Inditsthe Compagnie (VOC) menerapkan strategi “Command at Sea”. Berhasil  menurunkan semangat dan jiwa maritim serta mampu mengubah watak sosial masyarakat Indonesia yang semula bercirikan kemaritiman menjadi kontinental-agraris. Penjajahan budaya dan ideologi asing semangkin membuat Indonesia lupa daratan ingat kursi kuasa.

Jumlah penduduk Nusantara nomor empat di dunia, berpotensi sebagai sumber daya manusia maritim termasuk effective occupation di laut. Pengalaman manusia politik memacu dan memicu penggunaan asam garam kehidupan. Garam menurut cita rasa politik tak lagi asin. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar