Halaman

Senin, 03 September 2018

jasa koruptor mengharumkan nama partai


jasa koruptor mengharumkan nama partai

Di atas kertas, praktik menu rasa toleransi Nusantara begitu santun. Kaki tertindih kaki orang lain, malah minta maaf berkesopanan. Tak mengaduh, merintih apalagi main protes. Mau ajukan banding ke pihak mana.

Tanpa evaluasi fakta. Manusia politik yang dalam satu periode mendapatkan aneka peran. Terpilih karena mendapat suara layak sampai terpidana. Karena jasa nyatanya kepada partai. Tetap dimuliakan. Secara dejure sudah kembali menjadi manusia fitrah.

Menebus dosa, sudah. Tinggal mengejar ketertinggalannya, hutang pengabdian, karena menjadi warga binaan. Rakyat ‘tak berhak’ main protes. Memaafkanpun . . . cukup dengan rasa maklum. Senyum getir.

Kesempatan untuk berjibaku ke periode selanjutnya. Sudah dua kali, bisa naik kasta. Maksudnya, sudah dua kali jadi wakil rakyat kabupaten/kota, masuk bursa caleg provinsi. Dan selanjutnya sesuai selera.

Pemanis bibir elit partai yang tak akan membela kadernya yang terlibas pasal hukum. Stok manusia politik yang menjadi pemodal, antri. Bentuk persaingan internal. Lawan politik seolah tutup mata. Sama-sama menggunakan modus serupa.

Manusia politik yang mengalami nasib “habis manis sepah didaur ulang”, menjadi manusia bebas. Jaringan antar manusia politik yang sama-sama menikmati dan penikmat, tak bisa diabaikan, dipungkiri. Anak bangsa pribumi tahu rasa berterima kasih.

Tata niaga politik Nusantara sudah faham dengan pola sesuai judul. Kalkulasi politik jangan sampai menambah penerima manfaat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar