Halaman

Kamis, 06 September 2018

habis pidana, tak akan mempan disanksi


habis pidana, tak akan mempan disanksi

Manusia politik, selama praktik jadi penyelenggara negara, tampak tebal muka. Dikarenakan merasa kebal hukum. Tindak laku maupun tindak ujaran, tidak dapat dipidana. Dimanapun medan laganya, tak jauh dari karakter manusia berkebutuhan khusus. Layak mendapat perlakuan, pelayanan istimewa dari negara, khususnya dari rakyat.

Efek domino status jabatan politik berkat pesta demokrasi. Serta merta menaikkan pangkat, martabat, derajat harga diri serta mendongkrak harga nilai ekonomi kehidupannya.

Hukum ekonomi-politik berlaku. Semakin lama menjabat, semakin tinggi jabatan berbanding lurus dengan serakah politik.

Biaya politik menjadikan pejabat publik bermain di atas dua kaki yang kontradiktif. Kaki kanan mengajak bermain aman sampai akhir periode. Kaki kiri menarik ke arah kalkulasi politik: balik modal, cari modal, tumpuk modal.

Éra mégatéga menghadirkan kompetisi bebas aktif bahwasanya tarif dasar, harga promo, harga jual kursi petugas partai (baca, presiden) ditakar dengan valas. Agar bebas pajak dalam negeri.

Hukuman pidana bagi koruptor, bisa dikonversikan ke Rp. Pasca pidana, menjadi manusia bebas. Bersih diri. Hukuman sosial pun tak akan efektif. Merasa menjadi bagian sentral, konsekuensi logis dari perjuangan politik. Nyaris menjadi wabah nasional. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar