habis pidana, tak akan
mempan disanksi
Manusia politik, selama praktik jadi penyelenggara
negara, tampak tebal muka. Dikarenakan merasa kebal hukum. Tindak laku maupun
tindak ujaran, tidak dapat dipidana. Dimanapun medan laganya, tak jauh dari
karakter manusia berkebutuhan khusus. Layak mendapat perlakuan, pelayanan
istimewa dari negara, khususnya dari rakyat.
Efek domino status jabatan politik berkat pesta
demokrasi. Serta merta menaikkan pangkat, martabat, derajat harga diri serta
mendongkrak harga nilai ekonomi kehidupannya.
Hukum ekonomi-politik berlaku. Semakin lama
menjabat, semakin tinggi jabatan berbanding lurus dengan serakah politik.
Biaya politik menjadikan pejabat publik bermain di
atas dua kaki yang kontradiktif. Kaki kanan mengajak bermain aman sampai akhir
periode. Kaki kiri menarik ke arah kalkulasi politik: balik modal, cari modal,
tumpuk modal.
Éra mégatéga menghadirkan kompetisi bebas aktif
bahwasanya tarif dasar, harga promo, harga jual kursi petugas partai (baca,
presiden) ditakar dengan valas. Agar bebas pajak dalam negeri.
Hukuman pidana bagi koruptor, bisa dikonversikan ke
Rp. Pasca pidana, menjadi manusia bebas. Bersih diri. Hukuman sosial pun tak
akan efektif. Merasa menjadi bagian sentral, konsekuensi logis dari perjuangan
politik. Nyaris menjadi wabah nasional. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar