melepas anak ke masa
depannya sejak dini
Bagaimana orang tua membesarkan, mengasuh,
mendidik, mengajari anaknya tak akan lepas dari pengalaman hidupnya. Sinerji
perpaduan pengalaman hidup antara suami dan isteri, antara sang ayah dan ibu,
diharapkan melahirkan metoda terbarukan.
Pengaruh beda zaman, beda tempat akan menampilkan
anak yang lebih dinamis. Atraktif. Ujung-ujungnya susah, sukar, sulit dibentuk.
Benturan peradaban tak terelakkan. Wajar jika anak matang sebelum waktunya. Tak
kurang yang terlambat dewasa.
Jam terbang pengalaman kehidupan anak(baca: daya
gaul), seolah mampu mengalahkan kearifan orang tua yang nyaris statis. Terlebih
kaum, komunitas emak-emak yang tahu dunia luar, dunia lain dari jasa layar
kaca. Dipercepat dengan memanfaatkan HP dan sejenisnya.
Kembali ke jalur. Bagaimana perikehidupan orang tua
yang bak petuah, pepatah ‘bagaimana orang tuanya, begitulah juga anaknya’. Maksudnya,
tak salah jika anak cucu ideologis. Ada sedikit ‘penyimpangan’, orang tua
serdadu, tak heran jika anak mantunya juga serdadu.
Contoh nyata di kalangan artis, selebritis,
sosialita. Anak sejak kecil sudah modis, trendi, fashionable. Darah olahragawan
bisa mengalir ke anak. Termasuk pebanyol atau gudang tawa atau tukang kocok
perut. Tak salah jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
Masalahnya, mulai kapan orang tua mengajukan anaknya
masuk palagan kehidupan dunia. Kalai ikut lomba anak-anak atau sesesuai usia. Lomba
di lingkungan tempat tinggal. Lomba di PAUD dst.
Anak di ajak ke tempat kerja. Silaturahim ke sanak
keluarga, saudara. Ikut ke acara hajatan. Anak secara aktif diajak berinteraksi
sosial. Mengenal lingkungan dan dunianya.
Singkat kata, sudah ada pokok bahasan tentang sejak
kapan anak layak mondok. Artinya ikut pendidikan formal yang inap. Jauh mata
dari orang tua, keluarga, saudara. Kemandirian diasah sejak dini. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar