antisipasi
tahun krisis politik, rakyat wajib dicekoki Pancasila
Rakyat
dimanapun negaranya, tetap rakyat. Kecuali jika mampu melakukan pergerakan
perubahan. Kesempatan tersebut memang tak akan pernah datang dengan serba
kebetulan. Negara zionis tampak kompak antara rakyat dengan pemimpin bangsa.
Rasa nasionalismenya terbentuk karena watak bawaan. Sejalan dengan sejarah
rasul dan atau nabi.
NKRI
harga mati, menyebabkan nilai tukar presiden yang petugas partai, tergantung
sentimen positif pasar global. Tekanan pasar lokal lebih ditentukan kebijakan
pro-perut rakyat. Takut dianggap politik anjing kencing, kaki satu diangkat.
Maka saat kencing, manusia politik memakai gaya politik dua kaki. Tak perlu
mengangkat satu kaki.
Rakyat
dianggap pengkhianat seadanya jika mégatéga dengan santai tanpa merasa
bersalah, tertangkap basah mengotak-atik wibawa negara. Wibawa dari sono-nya atau setting-an. Hak cipta wibawa
negara dilindungi undang-undang. Tidak dapat diganggu gugat. Tidak bisa
dipidanakan.
Éfék
domino sebagai negara multipartai, susah dilacak. Tak ada tuntasnya. Semakin
bercabang. Menjulang maupun terjun bebas. Produk unggulan sebuah partai
politik, mampu mencetak koruptor klas kakap.
Pemerintah
wajib mencegak tangkal kebangkitan moral rakyat.
Warga
yang memilih Ketua RT. Namun untuk sua sang Ketua RT ada POS (prosedur operasi
standar). Analog untuk bertatap wajah dengan kepala negara pilihannya. Jang kecil
hati. Si petugas partai sanggup blusukan sampai pasar tradisional. Agar aduan masyarakat bisa langsung disimak.
Sisi
senyatanya, oknum anak bangsa pribumi ahli menggandakan aneka ujaran berbasis
kebencian, penistaan, pembodohan dipelihara oleh negara. Diberi peluang untuk
memanfaatkan TIK. Tujuan utama adalah menjaga stabilitas citra, pesona wibawa penguasa.
Rakyat,
karena keterbatasan aksesbilitas, konektivitas dengan dunia politik. Tak sempat
ikut pendidik politik secara berjenjang dan bersertifikat. Menjadi sasaran
empuk pemurtadan politik.
Jangan
lupa kawan sebangku, rakyat terbiasa sejak zaman pra-Proklamasi dengan
ultimatum politik, intimidasi politik. Lebih dari itu. Kebal dengan dampak
bencana politik rekayasa penguasa. Akirnya, rakyat menjadi tahu diri. Kapan diam
seribu tindakan. Kapan menggeliat siap melaju. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar