Halaman

Senin, 10 September 2018

Indonesia sarat saraf dan syahwat politik dadakan


Indonesia sarat saraf dan syahwat politik dadakan

Pailit bin bangkrut jika sebuah partai politik mengalami paceklik bakal calon ketua umum. Bukannya tak ada pengkaderan, sistem rekrutmen manusia politik ataupun pendidikan politik praktis, taktis. Maklum, sebuah parpol sudah merupakan perusahaan keluarga.

Efek domino dapat dilihat betapa beberapa parpol nasional yang tak punya jago siap laga di pilpres 2019, berlagak galak. Malah pasang tarif dukungan. Bisa mengatur capres untuk menentukan cawapres. Barter politik terjadi dengan seksama dan tanpa rasa malu. Koalisi parpol pro-penguasa menjadi bentuk nyata kawanan parpolis untuk menguatkan bara kesumat politik.

Dukungan satu suara ada nilai dunianya. Bisa menentukan keseimbangan. Modus lawas dengan DPT ganda. Atau ada ‘mufakat untuk mufakat’ di TPS. Tak terelakkan praktik terselubung maupun terang benderang intimidasi politik.

Pola kuningisasi ala Orde Baru, menjadi rujukan utama. Gerilya politik dengan memanfaatkan kondisi kategori ‘kurang beruntung’ yang disandang wong cilik. Permanent underclass mudah diiming-iming menukar hak politiknya dengan sembako. Mirip misi pemurtadan. Kelompok masyarakat uneducated people menjadi sasaran empuk gembala politik. Pemurtadan secara sistematis itulah yang terjadi.

Sisi baik sebagai refleksi daya ideologi parpol adalah terjadinya perombakan kabinet. Persaingan ketat internal parpol, menjadikan sistem arisan tahunan sebagai ajang taruhan. Semakin besar, banyak jasanya bagi parpol, otomatis ybs sebagai kader terbaik.

Jangan mencari kambing hitam. Efek domino pembenturan organisasi kemasyarakat Islam di pilpres 2019 menjadi titik retak atau titik rekat umat Islam. Anak bangsa pribumi, bumiputera, putra-putri terbaik Nusantara sudah tidak bisa ditipu hidup-hidup. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar