dilema
periode kedua, aroma irama syahwat politik vs dengus nafas beringas politik
Menulis atas fakta lapangan, berapa
pun kadar autentik dan betapa pun karat orisionalitasnya, harus berimbang.
Mengenakkan hati kedua belah pihak. Tidak juga. Biang kerok, biang keladi
merupakan pihak ketiga yang bermain manis muka.
Sekedar diketahui. Menulis berbasis
politik, lebih renyah tanpa bahan baku politik. Bahasa yang dipakai, bisa
bahasa dewa atau bahasa akar rumput. Utamakan penampakan seksi, daya pikat, daya
sensualnya. Jelas lekuk liuk ramuan kalimat dan adonan katanya.
Keledai politik (atau serigala
politik) memang gemar napak tilas. Acap saya uraikan di judul yang tayang di blogspot.
Coba terka dalam hati.
NKRI sebagai bangsa besar, pandai
menghargai jasa para pahlawan bangsa dan negara. Rasa bangga atas masa lampau,
atas jasa generasi yang telah liwat. Menjadikan bangsa ini layak besar jika
mampu menyiapkan generasi pemilik dan pewaris masa depannya.
Apa daya. Nikmat dunia, rayuan dunia
lebih menggiurkan. Pikirkan nasib diri sendiri ketimbang nasib orang lain. Soal
nasib bangsa dan negara, sudah ada yang mengaturnya. Artinya dengan maunya mau menjadi
penguasa negara, maka nasib bangsa akan jelas. Jelas kemananya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar