Halaman

Minggu, 30 September 2018

memprovokasi azab Allah


memprovokasi azab Allah

Rakyat Nusantara  yang merupakan umat berpancasila, sudah kenyang dengan derita dunia. Penjajahan asing diliwati dengan merdeka. Berganti penjajah bangsa sendiri demi kedaulatan nasional. Gempuran ideologi dan serbuan budaya asing semakin masif. Akhirnya masuk tatanan mengundang orang asing untuk mengatur nasib anak bangsa pribumi.

Kisah nyata ini semakin nyata. 2014-2019, Nusantara di bawah pemimpin nasional pilihan rakyat, pemimpin besar revolusi mental. Tuan paduka yang mengemban tugas negara sebagai petugas partai.

Jika ada dalil keberhasilan pemimpin, kepala atau sebuat lainnya, diukur dengan adanya aduan, keluhan, gerakan masyarakat. Karena pemerintah menguasai atau dikendalikan media massa, maka berita yang ditampilkan bergaya pencitraan, propaganda, pamer prestasi, adu gensi.  

Soal suara rakyat menjadi hak wakil rakyat. Apesnya, wakil rakyat lebih dominan sebagai wakil partai politik. Wakil daerah, tepatnya wakil provinsi menambah dinamika demokrasi.

Akhirnya, sesuai sinyalemen iblis atas penciptaan manusia pertama, Adam, dari tanah. Bahwasanya manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi dan saling menumpahkan darah. Pembunuhan karakter menjadi tugas utama penguasa untuk jaga wibawa, bela tuan.

Karena menang suara terbanyak, tak ayal mereka merasa sebagai raja bumi Nisantara. Sampai kondisi éfék domino éra mégatéga. Gaya digagah-gagahkan, menantang pintu langit. Akhirnya ada kelompok manusia lari terkentut-kentut mendengar panggilan Allah swt. Mereka lupa kalau sebagai komunitas anak keturunan ideolgis tuhan, tak perlu lari.

Kembali ke rakyat. Kebal akan bencana politik. Semakin membuat manusia politik lebih yakin diri. Mampu sebagai gembala kambing.  Dukungan dewa air, dewa udara, dewa tanah maupun dewa impor, semakin merasa digdaya. Merasa rakyat akan semakin membutuhkan dirinya, kawanannya.

Acuan utama umat Islam adalah firman-Nya. Simak makna (QS As Sajdah [32]: 21) yaitu: “Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Sebagai bangsa yang cerdas ideologi, sudah bisa membaca peta politik. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar