memprovokasi
azab Allah
Rakyat
Nusantara yang merupakan umat
berpancasila, sudah kenyang dengan derita dunia. Penjajahan asing diliwati
dengan merdeka. Berganti penjajah bangsa sendiri demi kedaulatan nasional. Gempuran
ideologi dan serbuan budaya asing semakin
masif. Akhirnya masuk tatanan mengundang orang asing untuk mengatur nasib anak
bangsa pribumi.
Kisah
nyata ini semakin nyata. 2014-2019, Nusantara di bawah pemimpin nasional
pilihan rakyat, pemimpin besar revolusi mental. Tuan paduka yang mengemban
tugas negara sebagai petugas partai.
Jika
ada dalil keberhasilan pemimpin, kepala atau sebuat lainnya, diukur dengan adanya
aduan, keluhan, gerakan masyarakat. Karena pemerintah menguasai atau
dikendalikan media massa, maka berita yang ditampilkan bergaya pencitraan,
propaganda, pamer prestasi, adu gensi.
Soal
suara rakyat menjadi hak wakil rakyat. Apesnya, wakil rakyat lebih dominan
sebagai wakil partai politik. Wakil daerah, tepatnya wakil provinsi menambah
dinamika demokrasi.
Akhirnya,
sesuai sinyalemen iblis atas penciptaan manusia pertama, Adam, dari tanah. Bahwasanya
manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi dan saling menumpahkan darah. Pembunuhan
karakter menjadi tugas utama penguasa untuk jaga wibawa, bela tuan.
Karena
menang suara terbanyak, tak ayal mereka merasa sebagai raja bumi Nisantara. Sampai
kondisi éfék domino éra mégatéga. Gaya digagah-gagahkan, menantang pintu
langit. Akhirnya ada kelompok manusia lari terkentut-kentut mendengar panggilan
Allah swt. Mereka lupa kalau sebagai komunitas anak keturunan ideolgis tuhan, tak perlu lari.
Kembali
ke rakyat. Kebal akan bencana politik. Semakin membuat manusia politik lebih
yakin diri. Mampu sebagai gembala kambing.
Dukungan dewa air, dewa udara, dewa tanah maupun dewa impor, semakin
merasa digdaya. Merasa rakyat akan semakin membutuhkan dirinya, kawanannya.
Acuan
utama umat Islam adalah firman-Nya. Simak makna (QS As Sajdah [32]: 21) yaitu: “Dan Sesungguhnya Kami
merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang
lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Sebagai
bangsa yang cerdas ideologi, sudah bisa membaca peta politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar