Halaman

Kamis, 09 September 2021

sedekah bumi nusantara, tabur tebar pesona apus krama

 sedekah bumi nusantara, tabur tebar pesona apus krama

Di muka bumi Pancasila, manusia politik bebas aktif berkilah, bersilat lidah, rekayasa dalih dan dalil, manipulasi fakta, modifikasi data, mutasi informasi atas nama rakyat. Seolah kalau tidak bincang politik tidak menggelitik. Dejure tidak ada penjabaran, apa yang dimaksud dengan ‘penyakit politik’. Praktik yang acap terjadi, mulai penyakit mulut sampai penyakit hati menjadi faktor penggerak syahwat saraf politik manusia politik.

 Semboyan “belum meminang sudah menimang” sesuai keberanian, kenekatan berbasis asas mégatéga. Sikat habis sebelum tunas. Libas ludes sampai butir nasi terakhir.

 Penjelasan atas Penetapn Presiden 11/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Asal comot, simak dengan bijak:

 Hakekat subversi adalah suatu manifestasi pertentangan-pertentangan kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dipertemukan ("bijgelegd"), suatu kelanjutan perjuangan politik dengan merusak kekuatan lawan dengan cara-cara yang tertutup (covert), sering juga dibarengi atau disusul dengan tindakan kekerasan yang terbuka (perang, pemberontakan).

 Subversi selalu berhubungan dengan politik dan merupakan alat untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang dikehendaki oleh fihak/golongan yang berkepentingan.

 Subversi digerakkan/dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan asing dari dalam Negeri dengan sering mempergunakan golongan-golongan atau orang-orang sebagai alat yang sadar atau tidak sadar.

 Namun apa daya, daya apa kiranya, berkat jasa penyedia jasa politik segala bentuk. Makna subversi menjadi konstitusional. Masalah bahasa politik. Subversi dimodifikasi menjadi sub-versi. Atau memang asal muasal ‘subversi’ dari lema “sub-versi” sehingga multipartai selaku pemacu pemicu krisis multidimensi vs dimensi multikrisis.

 Wujudan lain daripada daya libas haluan politik mégatéga, anékatéga. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar