Halaman

Kamis, 23 September 2021

tawa tawar tukang roti, seringan kayuh kereta angin

 tawa tawar tukang roti, seringan kayuh kereta angin

 Jam kerja tukang roti keliling bersepeda, mungkin menyalahi aturan kerja ILO. Sigap tanggap orang mau sarapan. Sore sudah beredar lagi. Saya ke masjid, isya’ masih bersua. Dalih bantu Usah Kecil Menepi (UKM) saat dipanggil. Pakai standar belakang. Beli pagi untuk ganjal perut. Iseng sore, bukan roti pagi dijual sore. Atau roti malam di jual senja. Maksudnya, roti malam kemarin.

 Harga jual roti sejenis, misal roti gandum, harga bersaing sesuai berat. Sentuhan teknologi hanya pada rekam suara tawaran pakai pengeras suara. Malam hari usai isya’, saya pernah bersua di jalan kampung penghuni non-pendatang. Dibilang penghuni aseli, takut keudikkan masih utuh tidak tersentuh peradaban kota. Akhirnya terasa kota dengan status kota, semula kabupaten.

 Marketplace yang dikelola garwo, termasuk ada usaha keluarga efek di rumah saja, industri rumah tangga cetak roti gandum. Sabar tunggu >24 jam. Mau yang harga terjangkau, 10 ribu masih ada kembalian. Langsung beli dengan berat identik satu porsi nasi plus lauk pauk. Mungkin. Kebiasaan ciri pelanggan yang model emak-emak berdaster atau opa-opa suka lunak. Jika si abang, sedikit saya ajak canda gurau. Gelak tawa tanda jarang diajak disapa santai. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar