Halaman

Senin, 13 September 2021

wajan merangkap piring

 wajan merangkap piring

 Perajin batik tulis, akrab dengan wajan dan anglo. Ternyata wajan dengan ukuran alat dapur dan bahan tertentu menjadi fungsional, rangkap jabatan. Bandingkan dengan tempat lauk yang dipanaskan di tempat, di meja makan rumah makan tradisional negara lain. Wajan cor lebih alami ketimbang wajan tempa, pabrikan. Telinga wajan menyatu, satu bahan, dengan induknya. Bukan tempelan, dilas.

 Tebal bahan membuat lama panas. Ini seni memasak menu atau resep tidak cepat saji. Proses masak yang prosedural antar waktu, agar khasiat per bahan tidak hilang kepanasan. Agar rasa bawaan bahan baku menyatu, bersinergi. Oplosan tetap menampkakkan karakter tiap bahan pangan. Terlihat mana daging, mana ikan, mana sayur, mana telur utuh. Kalau bisa. Gudeg dimasak pakai bara api kayu bakar. Tetap enak dipandang.

 Masakan olahan rumah tangga. Untuk porsi kecil, pas untuk satu orang. Wadah sesuai, misal wajan anti lengket atau pakai api minimal. Lauk komplit diproses di wajan kecil. Perlu keprigelan tangan dan sabar. Tidak cocok bagi perut keroncongan. Jelang tanak, matikan api, ditutup rapat agar sisa panas mengembangkan bahan pangan. Tunggu beberapa saat dengan kesibukan lain. Pada saatnya, buka tutup dan aduk pelan merata. Terasa kurang tanak, tutup lagi. Tuang nasi pas masih hangat. Siap santap. Serbet selaku alas wajan. Sambil duduk menikmati hasil swaolah. Dimasak sendiri dimakan sendiri. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar