Halaman

Senin, 17 April 2017

Nikmatnya Menulis Tak Akan Surut



Nikmatnya Menulis Tak Akan Surut

Orang latah, begitu ada yang mengagetkan dirinya, otomatis muncul kata-kata yang seolah tidak diproses lewat otak dan hatinya. Salah. Memang begitulah kontrak hati dan otaknya. Jika pola pikirnya atau memori otaknya selalu terisi, terasah, terjaga mendapat asupan gizi dengan baik dan benar, maka yang keluar walau dalam kondisi darurat tetap produk yang bernuansa baik dan benar.

Pola ajar dan didik di keluarga, sangat menentukan bagaimana seseorang mampu berbahasa secara lisan, oral, verbal maupun tulisan. Memang “bahasa menunjukkan bangsa”, tak heran jika berbahasa menunjukkan kadar jiwa, hati, otak.

Tentu ada perbedaan mendasar antar orang yang ahli bicara dengan orang yang ahli menulils. Perbedaan tesebut bukan sebagai bandingan, sandingan, tandingan untuk menentukan mana yang lebih baik dan benar, bahkan lebih mulia, terkait jagalah lidahmu, jagalah mulutmu.

Efek domino, dampak negatif dari menggunakan mulut untuk berbicara maupun menggunakan tangan untuk menulis, tidak beda jauh. Seperti tampak beda, karena dengan salah ucap bisa menimbulkan masalah berkepanjangan. Apalagi sengaja mengucapkan kata-kata yang provokatif, bernuansa fitnah, mengadu domba antar pihak berseteru atau menjala di air keruh.

Benang merahnya dengan bentuk kata atau ucapan agitatif. Revolusi yang menghasilan generasi digital tak akan lepas dari gagap teknologi sekaligus terjadi pembentukan bisu dan tuli pada diri sendiri.

Memang budaya menulis tidak ada lelahnya, tidak ada matinya, tidak mengenal pasang surut. Karena diamnya penulis tangannya yang diam tapi hatinya sibuk menangkap sinyal, pertanda, gejala di sekitarnya.

Walau terbiasa atau bisa menulis bukan jaminan akan lancar menulis. Kendati tema atau tendensi ide sudah layak tulis, namun proses otak dan hati nurani bisa menimbulkan gejolak. Dengan mohon kepada-Nya agar Allah menggerakkan tangan untuk menulis, in sya Allah kita bisa minimal mulai menulis.

Menetapkan judul tulisan memang perlu proses perjuangan. Judul sebagai daya tarik utama calon  pembaca. Kalimat pertama apa yang akan kita torehkan tentu selan sebagai pembuka justru bisa bermakna sebagai jiwa, jantung atau isi tulisan. Alenia pertama bisa mengandung isi yang tersurat maupun tersirat.

Pengalaman menulis mengatakan, apa kata kunci di judul tak perlu dijelaskan atau sebagai dasar penulisan, apalagi diulang-ulang sebagai mengingatkan pembaca. Lebih nikmat apa yang kita tulis, kesimpulannya adalah judul.

Jangan paksakan diri jika diawal menulis terasa tersendat-sendat. Hentikan. Isi dengan membaca tulisan orang lain yang senada, dengan tema yang mirip. Pelajari cara membuat kalimat. Biasanya kalimat hukum, atau tulisan ahli hukum tidak hanya panjang. Satu alenia adalah satu kalimat. Terkadang kaya khazanah atau perbendaharaan kata.

Tanpa membatasi idealnya banyaknya alenia, jelang paruh akhir menulis, atau pada alenia penutup acap muncul ide, tema yang bisa menjadi tulisan berikutnya. Seperti membuat serial, episode tulisan. Tulisan yang pernah kita tayangkan, kita rilis di blogspot pribadi bisa menjadi acuan.

Tidak ada celanya kalau mendaur ulang tulisan sendiri. (Iya kan, muncul ide atau tema untuk berikutnya, seperti bersambung. Inilah nikmatnya menulis). [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar