Nikmatnya Menulis Tak Akan Surut
Orang latah, begitu ada yang mengagetkan dirinya, otomatis muncul kata-kata
yang seolah tidak diproses lewat otak dan hatinya. Salah. Memang begitulah
kontrak hati dan otaknya. Jika pola pikirnya atau memori otaknya selalu terisi,
terasah, terjaga mendapat asupan gizi dengan baik dan benar, maka yang keluar – walau dalam kondisi darurat – tetap produk yang bernuansa baik dan
benar.
Pola ajar dan didik di keluarga, sangat menentukan bagaimana seseorang
mampu berbahasa secara lisan, oral, verbal maupun tulisan. Memang “bahasa
menunjukkan bangsa”, tak heran jika berbahasa menunjukkan kadar jiwa, hati,
otak.
Tentu ada perbedaan mendasar antar orang yang ahli bicara dengan orang yang
ahli menulils. Perbedaan tesebut bukan sebagai bandingan, sandingan, tandingan
untuk menentukan mana yang lebih baik dan benar, bahkan lebih mulia, terkait
jagalah lidahmu, jagalah mulutmu.
Efek domino, dampak negatif dari menggunakan mulut untuk berbicara maupun
menggunakan tangan untuk menulis, tidak beda jauh. Seperti tampak beda, karena
dengan salah ucap bisa menimbulkan masalah berkepanjangan. Apalagi sengaja
mengucapkan kata-kata yang provokatif, bernuansa fitnah, mengadu domba antar
pihak berseteru atau menjala di air keruh.
Benang merahnya dengan bentuk kata atau ucapan agitatif. Revolusi yang
menghasilan generasi digital tak akan lepas dari gagap teknologi sekaligus
terjadi pembentukan bisu dan tuli pada diri sendiri.
Memang budaya menulis tidak ada lelahnya, tidak ada matinya, tidak mengenal
pasang surut. Karena diamnya penulis –
tangannya yang diam – tapi hatinya
sibuk menangkap sinyal, pertanda, gejala di sekitarnya.
Walau terbiasa atau bisa menulis bukan jaminan akan lancar menulis. Kendati
tema atau tendensi ide sudah layak tulis, namun proses otak dan hati nurani
bisa menimbulkan gejolak. Dengan mohon kepada-Nya agar Allah menggerakkan
tangan untuk menulis, in sya Allah kita bisa minimal mulai menulis.
Menetapkan judul tulisan memang perlu proses perjuangan. Judul sebagai daya
tarik utama calon pembaca. Kalimat pertama
apa yang akan kita torehkan tentu selan sebagai pembuka justru bisa bermakna
sebagai jiwa, jantung atau isi tulisan. Alenia pertama bisa mengandung isi yang
tersurat maupun tersirat.
Pengalaman menulis mengatakan, apa kata kunci di judul tak perlu dijelaskan
atau sebagai dasar penulisan, apalagi diulang-ulang sebagai mengingatkan
pembaca. Lebih nikmat apa yang kita tulis, kesimpulannya adalah judul.
Jangan paksakan diri jika diawal menulis terasa tersendat-sendat. Hentikan.
Isi dengan membaca tulisan orang lain yang senada, dengan tema yang mirip. Pelajari
cara membuat kalimat. Biasanya kalimat hukum, atau tulisan ahli hukum tidak
hanya panjang. Satu alenia adalah satu kalimat. Terkadang kaya khazanah atau perbendaharaan
kata.
Tanpa membatasi idealnya banyaknya alenia, jelang paruh akhir menulis, atau
pada alenia penutup acap muncul ide, tema yang bisa menjadi tulisan berikutnya.
Seperti membuat serial, episode tulisan. Tulisan yang pernah kita tayangkan, kita
rilis di blogspot pribadi bisa menjadi acuan.
Tidak ada celanya kalau mendaur ulang tulisan sendiri. (Iya kan, muncul ide
atau tema untuk berikutnya, seperti bersambung. Inilah nikmatnya menulis). [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar