Halaman

Jumat, 07 April 2017

Dilema DPD, Batu Loncatan Parpol vs Jual Diri



Dilema DPD, Batu Loncatan Parpol vs Jual Diri

Wajar, karena Dewan Perwakilan Daerah (DPD) satu markas dengan DPR di MPR, yang setiap saat menjadi teman sekerja, maka terimbas, tergoda, terprovokasi, terkontaminasi “obrolan politik”. Kawanan anggota DPR ada yang politisi tulen sampai politisi dinamis, artinya tergantung angin politik. Minimal mereka penganut faham “waktu adalah uang”. Tahu betul apa makna kekuasaan secara konstitusional, bisa berbuat apa saja.

Aroma irama angin politik memang menggiurkan, meninabobokan, melenakan. Bahkan penguasa di periode 2014-2019, sebut saja presiden, sudah memainkan langkah catur politiknya. Ditengarai dengan tidak hanya merapatkan, memperkuat barisan, tetapi sudah mengamankan jalur menuju 2019.

Banyak pihak, politisi sipil maupun pihak angkatan, yang sudah terjebak politik transaksional. Dimaklumi, karena angina politik begitu kental mewarnai gerakan kawanan anggota MPR, mak tak mau, DPD wajib menentukan sikap. Kalau tak mau mati muda di lumbung pusat kedaulatan rakyat yang sekaligus representasi kekuasaan negara.

Bukan berarti di MPR menjadi semacam bursa politik, dagang politik. Sebagai produk sampingan, apa salahnya sambil bermain politik, dua tiga manfaat diraih.

Idealisme anggota DPD sebagai perpanjangan tangan daerah, seolah tergantung lokomotif penggeraknya. Kalau sang lokomotif  atau pimpinan DPD RI, sudah masuk jebakan lingkaran politik, bisa berbuah konflik internal. Kaki kanan seolah sudah masuk kontrak politik, kaki kiri masih dalam ikatan moral dan etika dengan daerah terwakilinya.

Sisa paruh periode 2014-2019, apa pun bisa terjadi. Demi mensukseskan pesta demokrasi 2019. Terendus, terdeteksi sejak dini pihak yang “sudah menimang tetapi belum meminang”.  Sudah menggadang-gadang kursi kekuasaan. Sudah beranda-andai. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar